Rabu, 06 Agustus 2014

#CatatanHalbar 7 : Pendakian Dinding Gunung

Bang Irwandi rutin mengecek posisi melalui peta dan GPS, mengingat jalur ini jarang dilalui orang
dok. Ardian

Pagi di telaga Rano. Awan putih membiaskan cahaya mentari menelusup dedaunan. Telaga Rano terlihat tenang. Jernih airnya membiaskan bukit yang menyemburkan asap belerang dan gugusan pulau-pulau kecil. Asap belerang masih tercium dari tepian telaga tempat kami membersihkan diri. Sarapan pagi sudah siap. Hanya mie sarden kemudian di campur dengan nasi lontong sisa kemarin. Untuk minumnya hanya air putih saja. Itu semua sudah sangat nikmat sekali untuk kondisi di lapangan seperti ini.

Pagi tadi aku dikagetkan oleh teriakan temanku yang mengatakan bahwa sepatuku terbakar. Ah ya, semalam aku memanggangnya di dekat tungku. Ternyata hanya kebakar sedikit. Pagi tadi ketika bang Irwandi memasak sarapan, dia tidak memindahkan sepatuku menjauh dari tungku sehingga api yang besar membakar sebagian kecil pada bagian belakang dan karet bagian depan. Tidak apa-apa, yang penting masih bisa digunakan untuk tiga bulan ke depan.

Selesai sarapan, perjalanan di mulai. Kami mencari jalan yang digunakan penyadap nira untuk bisa sampai di tempat ini. Mulanya hanya medan datar, kemudian sedikit mendaki tepian tebing. Lama kelamaan jalan setapak itu sudah tidak lagi terlihat, yang ada di depan hanya semak-semak dan pohon tumbang di permukaan tebing yang semakin tinggi. Sudah kepalang tanggung jika ingin kembali dan memutar mencari jalan lain. Semua sepakat untuk melanjutkan perjalanan melalui jalan bertebing itu.

Semakin jauh berjalan, tebing semakin tinggi. Permukaan yang semula tanah menjadi berbatu. Kemiringannya pun semakin bertambah hingga 90° sehingga kami harus merangkak seraya berpegangan pada akar maupun pohon-pohon kecil yang ada di depan kami. Sempat di salah satu titik, Aku dan Kozin hampir saja tertimpa batu besar yang jatuh dari atas. Batu sebesar pelukan orang dewasa itu semula menjadi pijakan bang Irwandi yang berada paling atas. Ternyata batu itu tidak terpaku kuat di tanah sehingga ketika diinjak batu tersebut terperosok jatuh. Beruntung semua reflek berterik “Batu!!!!” dan kami masih sempat menghindar beberapa detik sebelum batu itu menimpa kami. Aku terus mengucapkan syukur sementara lutut Kozin tidak berhenti bergetar setelah selamat dari batu itu.

Kami beristirahat sebentar untuk menenangkan diri dan mengumpulkan tenaga. Aku melihat ke atas, tebing setinggi kira-kira 200m masih menunggu untuk kami daki agar bisa sampai di puncak. Dalam hati aku terus menyanyikan lirik, “Tiada gunung terlalu tinggi, buat kami daki di siang hari. Tiada jurang terlalu dalam buat kami susuri di malam gelap…” untuk mengumpulkan semangat dan mental. Lirik itu terus kunyanyikan seraya merangkak mendaki tebing setinggi kira-kira 300 m itu. Kelegaan muncul ketika kami menginjakkan kaki di puncak tebing.

Kami beristirahat sejenak dengan merebahkan diri di atas tanah. Air di jerigen yang kami bawa tinggal sedikit, tetapi cukup untuk sekedar membasahi tenggorokan yang sedari tadi kering. Perjalan kami memang termasuk ekstrem. Berjalan menyusuri punggung gunung, membabat rotan, berenang menyeberangi telaga Rano, dan mendaki tebing dengan kemiringan mencapai 90° tanpa tali maupun peralatan yang memadai. Rute selanjutnya tergolong lebih mudah. Kami mengikuti tanda jalan berwarna orange yang diikatkan di ranting-ranting pohon hingga menemukan jalan setapak yang biasa digunakan oleh pencari kayu di hutan. Sebenarnya perbuatan mereka termasuk ilegal, karena hutan Sahu dan telaga Rano termasuk dalam kawasan hutan lindung yang terlarang untuk segala bentuk penebangan pohon untuk tujuan apapun. Namun, ketika ditindak mereka selalu menggunakan alasan untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya anak sekolah. Ketika perbuatan itu ditolerir, tidak ada upaya dari mereka untuk menanam pohon agar hutan tidak gundul dan habitat flora dan fauna masih terjaga.

Tiba di Desa
Kami terus menyusuri jalan setapak tersebut hingga menemukan sebuah rumah penebang pohon. Tidak ada orang di rumah itu. Tetapi kami tetap masuk ke rumah untuk mencari makanan. Hanya ada timun dan pepaya mengkal di luar. Bagi orang lapangan yang kelaparan, hanya ada dua rasa makanan, enak dan enak sekali. Bagi kami, timun dan pepaya mengkal itu rasanya enak sekali. Begitu juga dengan kelapa muda yang kami temukan pada pohon kelapa pendek yang tumbuh di pinggir jalan. Tidak perlu takut kelaparan di Halmahera, jika menemukan hasil kebun di pinggir jalan, jika ada orangnya minta saja, pasti mereka memberinya. Jika tidak ada, ambil saja karena pasti mereka memberinya juga.

Atas dasar itu, ketika kami melihat sebuah pohon rambutan kecil berbuah lebat pada salah satu rantingnya kami langsung mengambilnya tanpa pikir panjang. Aku yang bertindak sebagai eksekutor. Tanpa mempertimbangkan besar dahannya, aku langsung saja memanjat. Awalnya berjalan lancar. Satu tangkai rambutan lebat berhasil aku amankan. Ketika ingin menggapai ranting lain yang berada di pucuk, aku mendengar suara “krek”. Sedetik kemudian, dahan yang aku injak patah dan aku terjatuh ke bawah. Beruntung pohon itu tidak terlalu tinggi, dan aku dalam posisi berdiri ketika terjatuh sehingga tidak terlalu sakit.

Perjalanan dimulai lagi..
dok. Ardian
Ternyata dahan yang patah adalah bagian yang berisi buah rambutan lebat. Tanpa pikir panjang, mereka langsung mengambil seluruh buah bahkan tanpa sempat menolongku. Semua buah kami ambil dan dahannya kami buang agak jauh ke di balik pohon. Tanpa rasa berdosa, kami memakan rambutan itu sepanjang jalan dan membuang kulitnya di pinggir jalan untuk menghilangkan jejak.

Jalan setapak itu mengantarkan kami hingga ke jalan raya menuju desa Gamsungi, sekitar 5 km dari desa Trans Goal. Kami beristirahat di tepian jalan seraya menunggu oto yang lewat. Lelah tidak terasa ketika kami bercerita tentang perjalan yang telah kami lalui tiga hari ini. Hujan kembali turun mengiringi rasa syukur kami karena telah diberi kekuatan dan keselamatan selama perjalanan.
Dari sini, petualangan lain masih menunggu. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman