Senin, 11 Agustus 2014

#CatatanHalbar 12 : Demianus Maghali, Sang Penjaga Bidadari



Demianus Maghali atau yang akrab disapa Pak Anu, adalah satu dari sedikit orang yang peduli dengan habitat burung di kawasan Halmahera. Hingga saat ini, Pak Anu menguasai lebih dari 130 spesies burung di wilayah Maluku dan Maluku Utara. Penguasaannya terhadap spesies-spesies burung tersebut ia pelajari secara otodidak selama hampir 30 tahun. Sebagian besar ia belajar langsung dari alam. Jika ada yang tidak ia ketahui, Pak Anu memanfaatkan tamu-tamunya yang sebagian besar merupakan peneliti nasional maupun internasional di bidang ornito atau burung untuk bertanya.

David K. Bishop. Ahli Ornitologi Australia
sumber 
Pada 1984, David Bishop, seorang peneliti di bidang Ornitologi dari Australia datang ke Halmahera Barat untuk melakukan napak tilas penemuan-penemuan Alfred Russel Wallace di kawasan Halmahera. Bishop bertemu dengan Pak Anu di daerah Batu Putih, ketika Pak Anu tengah bekerja di kebunnya. Ia kemudian mengajak Pak Anu menemaninya ke hutan mencari burung. Di suatu tempat yang tidak jauh dari kebun Pak Anu, mereka mendengar suara kicauan burung. Bishop mengatakan kepada Pak Anu bahwa burung itulah yang ia cari.

Pak Anu sering melihat burung tersebut ‘bermain’ di sekitar kebunnya ketika pagi dan sore hari. Oleh masyarakat sekitar burung itu dikenal sebagai burung Weka-weka. Burung itulah yang kemudian dikenal dengan burung Bidadari Halmahera (Semioptera wallacei), satu-satunya spesies endemik di pulau Halmahera. Setelah menemukan burung Bidadari Halmahera, ia pulang ke negaranya dan kembali lagi bersama timnya. Pak Anu kembali diminta untuk menjadi pemandu jalan.

Ketika itu usianya 22 tahun. Tidak ada yang terbayang dalam pikirannya bekerja menjadi pemandu peneliti dari luar negeri. Ia hanya menjalankan dengan baik tugasnya sebagai pemandu. Hingga penelitian Bishop dan timnya selesai, ia masih belum paham apa yang mereka kerjakan selain keluar masuk hutan dan memperhatikan berbagai jenis burung yang ada di hutan. Tahun-tahun berikutnya semakin banyak peneliti-peneliti asing yang datang dan memintanya menjadi pemandu. Pak Anu kemudian sadar bahwa burung-burung yang ada di kawasan hutan Halmahera memiliki nilai lebih di mata peneliti internasional. Ia kemudian mulai tertarik untuk bertanya berbagai hal tentang burung. Bishop adalah teman sekaligus gurunya dalam mempelajari berbagai spesies burung yang mereka temui. Jika tidak ada tamu, ia pergi ke hutan dan berusaha mengenali berbagai jenis burung mulai dari suara, habitat, makanan, hingga masa kawin.

(dari kiri) Pak Sri, Rusli, Darumas, dan pak Demianus.
dok. Ardian


Tidak hanya burung, ia juga belajar bahasa Inggris dan karakter setiap orang yang berasal dari negara yang berbeda. Tujuannya agar siapa saja yang datang dan meminta jasanya dapat merasa nyaman selama melakukan penelitian dan juga memudahkannya dalam belajar. Cara tersebut memang cukup berhasil. Setiap tahun peneliti yang datang ke kepulauan Halmahera selalu memanfaatkan jasa Pak Anu. Dia tidak lagi dianggap sebagai penunjuk jalan, tetapi tenaga ahli yang dibutuhkan dalam melakukan identifikasi.

Kemampuannya dalam mengidentifikasi berbagai spesies burung bagi pengelola Taman Nasional Lolobata di kabupaten Bacan, Halmahera Selatan dipandang sebagai poin plus. Pada tahun 1992 pihak pengelola memutuskan untuk mengontrak Pak Anu menjadi bagian dari tim inventarisasi untuk spesies burung yang ada di kawasan taman nasional selama enam tahun. Ia juga terlibat dalam pembuatan film dokumenter yang diadakan BBC Internasional di kawasan Taman Nasional Lolobata. Namanya juga tercantum dalam buku Panduan Pengenalan Burung di Kawasan Wallacea yang ditulis oleh Brian J. Coates dan K. David Bishop.

Banyak orang mengenal Pak Anu sebagai penjaga habitat burung Bidadari Halmahera. Dialah yang menemukan habitat alami burung langka dan endemik pulau Halmahera tersebut sejak tempat pertama di Batu Putih dan yang kedua di dekat pos pengawasan kehutanan gunung Gigisoro. Disebabkan banyaknya penebangan hutan untuk pembukaan lahan pertanian, keluarga burung Cendrawasih di Papua itu tidak lagi menjadikan kedua tempat itu sebagai habitat untuk bermain. Pada 2013, Pak Anu dan Tim dari Dinas Kehutanan Halmahera Barat menemukan habitat baru burung tersebut di sekitar wilayah hutan lindung gunung Gigisoro.

Menara pengamatan burung Bidadari masih terbuat dari ranting
dok. Ardian
Kawasan hutan lindung gunung Gigisoro
dok. Ardian

Dari ketiga tempat yang menjadi habitat spesies burung Bidadari Halmahera, Pak Anu menyadari bahwa jika penebangan hutan tidak dikelola dengan baik akan mengganggu keberlangsungan habitat alami burung endemik tersebut. Ia mencoba berkordinasi dengan bupati dan dinas agar wilayah tersebut dijadikan tempat konservasi sehingga habitat burung Bidadari dapat terjaga. Namun, kordinasi yang diharapkan tidak berjalan dengan baik. Tidak semua pihak pemerintah daerah tergerak untuk ikut terlibat dalam usaha melindungi spesies endemik pulau Halmahera tersebut.

Minimnya dukungan dari pemerintah daerah tidak menyurutkan keinginan Pak Anu untuk melindungi habitat alami burung Bidadari. Ia membangun menara pengamatan, melakukan identifikasi wilayah dan habitat burung Bidadari secara mandiri. Banyak peneliti internasional yang memberi bantuan kepada Pak Anu dalam usaha mengembangkan wilayah tersebut menjadi daerah konservasi Bidadari.


Kegigihan Pak Anu akhirnya berbuah hasil. Kawasan hutan lindung gunung Gigisoro menjadi wilayah konservasi spesies endemik burung Bidadari Halmahera. Setiap tahun diadakan kegiatan Ekspedisi Burung Bidadari dan dimasukkan dalam rangkaian kegiatan Festival Teluk Jailolo yang merupakan acara rutin tahunan di Halmahera Barat ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman