Demianus Maghali atau yang akrab disapa Pak
Anu, adalah satu dari sedikit orang yang peduli dengan habitat burung di kawasan
Halmahera. Hingga saat ini, Pak Anu menguasai lebih dari 130 spesies burung di
wilayah Maluku dan Maluku Utara. Penguasaannya terhadap spesies-spesies burung
tersebut ia pelajari secara otodidak selama hampir 30 tahun. Sebagian besar ia
belajar langsung dari alam. Jika ada yang tidak ia ketahui, Pak Anu
memanfaatkan tamu-tamunya yang sebagian besar merupakan peneliti nasional
maupun internasional di bidang ornito atau burung untuk bertanya.
David K. Bishop. Ahli Ornitologi Australia sumber |
Pada 1984, David Bishop, seorang
peneliti di bidang Ornitologi dari Australia datang ke Halmahera Barat untuk melakukan
napak tilas penemuan-penemuan Alfred Russel Wallace di kawasan Halmahera. Bishop
bertemu dengan Pak Anu di daerah Batu Putih, ketika Pak Anu tengah bekerja di
kebunnya. Ia kemudian mengajak Pak Anu menemaninya ke hutan mencari burung. Di
suatu tempat yang tidak jauh dari kebun Pak Anu, mereka mendengar suara kicauan
burung. Bishop mengatakan kepada Pak Anu bahwa burung itulah yang ia cari.
Pak Anu sering melihat burung tersebut
‘bermain’ di sekitar kebunnya ketika pagi dan sore hari. Oleh masyarakat
sekitar burung itu dikenal sebagai burung Weka-weka. Burung itulah yang
kemudian dikenal dengan burung Bidadari Halmahera (Semioptera wallacei), satu-satunya spesies endemik di pulau
Halmahera. Setelah menemukan burung Bidadari Halmahera, ia pulang ke negaranya
dan kembali lagi bersama timnya. Pak Anu kembali diminta untuk menjadi pemandu
jalan.
Ketika itu usianya 22 tahun. Tidak ada yang
terbayang dalam pikirannya bekerja menjadi pemandu peneliti dari luar negeri.
Ia hanya menjalankan dengan baik tugasnya sebagai pemandu. Hingga penelitian
Bishop dan timnya selesai, ia masih belum paham apa yang mereka kerjakan selain
keluar masuk hutan dan memperhatikan berbagai jenis burung yang ada di hutan.
Tahun-tahun berikutnya semakin banyak peneliti-peneliti asing yang datang dan
memintanya menjadi pemandu. Pak Anu kemudian sadar bahwa burung-burung yang ada
di kawasan hutan Halmahera memiliki nilai lebih di mata peneliti internasional.
Ia kemudian mulai tertarik untuk bertanya berbagai hal tentang burung. Bishop
adalah teman sekaligus gurunya dalam mempelajari berbagai spesies burung yang
mereka temui. Jika tidak ada tamu, ia pergi ke hutan dan berusaha mengenali
berbagai jenis burung mulai dari suara, habitat, makanan, hingga masa kawin.
(dari kiri) Pak Sri, Rusli, Darumas, dan pak Demianus. dok. Ardian |
Tidak hanya burung, ia juga belajar bahasa
Inggris dan karakter setiap orang yang berasal dari negara yang berbeda.
Tujuannya agar siapa saja yang datang dan meminta jasanya dapat merasa nyaman
selama melakukan penelitian dan juga memudahkannya dalam belajar. Cara tersebut
memang cukup berhasil. Setiap tahun peneliti yang datang ke kepulauan Halmahera
selalu memanfaatkan jasa Pak Anu. Dia tidak lagi dianggap sebagai penunjuk
jalan, tetapi tenaga ahli yang dibutuhkan dalam melakukan identifikasi.
Kemampuannya dalam mengidentifikasi berbagai
spesies burung bagi pengelola Taman Nasional Lolobata di kabupaten Bacan,
Halmahera Selatan dipandang sebagai poin plus.
Pada tahun 1992 pihak pengelola memutuskan untuk mengontrak Pak Anu menjadi
bagian dari tim inventarisasi untuk spesies burung yang ada di kawasan taman
nasional selama enam tahun. Ia juga terlibat dalam pembuatan film dokumenter
yang diadakan BBC Internasional di kawasan Taman Nasional Lolobata. Namanya
juga tercantum dalam buku Panduan Pengenalan
Burung di Kawasan Wallacea yang ditulis oleh Brian J. Coates dan K. David
Bishop.
Banyak orang mengenal Pak Anu sebagai penjaga
habitat burung Bidadari Halmahera. Dialah yang menemukan habitat alami burung
langka dan endemik pulau Halmahera tersebut sejak tempat pertama di Batu Putih
dan yang kedua di dekat pos pengawasan kehutanan gunung Gigisoro. Disebabkan
banyaknya penebangan hutan untuk pembukaan lahan pertanian, keluarga burung
Cendrawasih di Papua itu tidak lagi menjadikan kedua tempat itu sebagai habitat
untuk bermain. Pada 2013, Pak Anu dan Tim dari Dinas Kehutanan Halmahera Barat
menemukan habitat baru burung tersebut di sekitar wilayah hutan lindung gunung
Gigisoro.
Menara pengamatan burung Bidadari masih terbuat dari ranting dok. Ardian |
Kawasan hutan lindung gunung Gigisoro dok. Ardian |
Dari ketiga tempat yang menjadi habitat spesies
burung Bidadari Halmahera, Pak Anu menyadari bahwa jika penebangan hutan tidak
dikelola dengan baik akan mengganggu keberlangsungan habitat alami burung
endemik tersebut. Ia mencoba berkordinasi dengan bupati dan dinas agar wilayah
tersebut dijadikan tempat konservasi sehingga habitat burung Bidadari dapat
terjaga. Namun, kordinasi yang diharapkan tidak berjalan dengan baik. Tidak
semua pihak pemerintah daerah tergerak untuk ikut terlibat dalam usaha
melindungi spesies endemik pulau Halmahera tersebut.
Minimnya dukungan dari pemerintah daerah tidak
menyurutkan keinginan Pak Anu untuk melindungi habitat alami burung Bidadari.
Ia membangun menara pengamatan, melakukan identifikasi wilayah dan habitat
burung Bidadari secara mandiri. Banyak peneliti internasional yang memberi
bantuan kepada Pak Anu dalam usaha mengembangkan wilayah tersebut menjadi
daerah konservasi Bidadari.
Kegigihan Pak Anu akhirnya berbuah hasil.
Kawasan hutan lindung gunung Gigisoro menjadi wilayah konservasi spesies
endemik burung Bidadari Halmahera. Setiap tahun diadakan kegiatan Ekspedisi
Burung Bidadari dan dimasukkan dalam rangkaian kegiatan Festival Teluk Jailolo
yang merupakan acara rutin tahunan di Halmahera Barat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar