“Selamat
Datang di Bandara Sultan Babullah Ternate”
Ah, lega. Pesawat
akhirnya mendarat juga setelah hampir 4 jam mengudara. Cuma berhenti sewaktu
mengisi bahan bakar di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Walau berhenti
hampir satu jam, tapi kami tetap berada di dalam pesawat, karena setelah
selesai pesawat akan langsung terbang lagi menuju Ternate, Maluku Utara.
Pulau
Ternate terkenal dengan kesultanan Ternate, salah satu dari empat kerajaan
Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan tertua di
Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257 di pulau Gapi,
yang sekarang dikenal dengan nama Ternate. Jika menilik pada sejarahnya,
Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara
abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di
paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa
kejayaannya, kekuasaan Kesultanan Ternate mencakup wilayah Maluku, Sulawesi
bagian utara, timur dan tengah, serta bagian selatan kepulauan Filipina hingga
sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.
Yap, kurang
lebih begitulah sejaranya kota Ternate termasuk Kesultanannya yang saya lansir
dari wikipedia. Kalau mau info tambahan biar lebih jelas, monggo gooling
langsung aja yak. Bagiku, dari informasi sedikit tersebut memberi cukup alasan
kenapa nuansa Islami di kota ini sangat terasa. Tetapi kami tidak bisa lama
menikmati keindahan pulau Gapi, karena hari yang sudah semakin sore dan esok
pagi-pagi kami sudah harus bergeser ke pulau Jailolo menggunakan kapal kayu
dari pelabuhan Dufa-dufa. Hanya sore itu yang kami punya, jadi saya manfaatkan
untuk berkeliling bersama yang lain ke sekitar tempat tinggal kami.
Kebetulan
kami tinggal di pusat kota, dekat dengan swearing.
Kami berjalan melintasi taman Nukila, masjid Raya Annur Ternate, dan terakhir
duduk di swearing sambil menikmati
durian. Dari sweering ini, konon,
foto pulau Meitara dan Tidore yang ada di lembar uang Rp 1000 diambil. Duh,
sayang foto yang aku ambil nggak terlalu bagus, jadi nggak bisa bandingin foto
dari swearing dengan foto di uang Rp 1000.
Itu pulau Meitara dan Tidore dari Swearing. Kurang nelayan pake perahu aja ya. sumber: Google.com |
Pulau Meitara dan Tidore di lembar uang Rp1000 sumber: google.com |
Kalau kurang yakin ya ntar bisa langsung dateng aja, dinikmati sendiri
pemandangan dari swearing pantai
Ternate. Kota
Ternate memang tidak terlalu besar, tetapi cukup ramai. Jika tidak punya
kendaraan pribadi tidak perlu khawatir, ada banyak angkot dan ojek yang hilir-mudik
setiap waktu. Untuk ongkos, saya belum bisa ngasih info karena belum sempat
mencoba keliling kota dengan angkot ataupun ojek motor. Namun, ada yang unik
dari angkot di kota ini. Bukan dari bentuk atau warnanya, tetapi musiknya. Hampir
semua angkot full musik. Semua musik diputar dengan volume tinggi hingga
seperti disko berjalan.
Untuk
segala kebutuhan hiburan, kuliner, wisata, kota Ternate sudah menyediakannya
cukup lengkap. Ada Jatiland Mall buat yang ingin belanja, mencari buku, makan
pizza, atau sekedar jalan-jalan cuci mata di Mall. Di sekitar swearing juga ada taman Nukila dan
pantai Palajawa sebagai destinasi wisata bersama teman, atau pacar sambil
menikmati suasana sore di tepian pantai. Buat yang hobi karaoke juga ada, tapi
cukup jauh dari kota. Kalau mau ke sana, coba tanya aja supir angkot atau ojek
motor, nanti dianter kok.
Setelah magrib,
kami pulang, istirahat untuk penyebrangan laut besok pagi. Lumayan, dua jam
perjalanan laut. Biasanya sih banyak yang jackpot. Mulai besok, perjalanan di
tanah Halbar dimulai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar