Minggu, 13 Juli 2014

#CatatanHalbar 2 : Selamat Datang di Tanah Sultan


“Selamat Datang di Bandara Sultan Babullah Ternate”


Ah, lega. Pesawat akhirnya mendarat juga setelah hampir 4 jam mengudara. Cuma berhenti sewaktu mengisi bahan bakar di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Walau berhenti hampir satu jam, tapi kami tetap berada di dalam pesawat, karena setelah selesai pesawat akan langsung terbang lagi menuju Ternate, Maluku Utara.

Pulau Ternate terkenal dengan kesultanan Ternate, salah satu dari empat kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257 di pulau Gapi, yang sekarang dikenal dengan nama Ternate. Jika menilik pada sejarahnya, Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa kejayaannya, kekuasaan Kesultanan Ternate mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, serta bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.

Yap, kurang lebih begitulah sejaranya kota Ternate termasuk Kesultanannya yang saya lansir dari wikipedia. Kalau mau info tambahan biar lebih jelas, monggo gooling langsung aja yak. Bagiku, dari informasi sedikit tersebut memberi cukup alasan kenapa nuansa Islami di kota ini sangat terasa. Tetapi kami tidak bisa lama menikmati keindahan pulau Gapi, karena hari yang sudah semakin sore dan esok pagi-pagi kami sudah harus bergeser ke pulau Jailolo menggunakan kapal kayu dari pelabuhan Dufa-dufa. Hanya sore itu yang kami punya, jadi saya manfaatkan untuk berkeliling bersama yang lain ke sekitar tempat tinggal kami.

Kebetulan kami tinggal di pusat kota, dekat dengan swearing. Kami berjalan melintasi taman Nukila, masjid Raya Annur Ternate, dan terakhir duduk di swearing sambil menikmati durian. Dari sweering ini, konon, foto pulau Meitara dan Tidore yang ada di lembar uang Rp 1000 diambil. Duh, sayang foto yang aku ambil nggak terlalu bagus, jadi nggak bisa bandingin foto dari swearing dengan foto di uang Rp 1000.
Itu pulau Meitara dan Tidore dari Swearing. Kurang nelayan pake
perahu aja ya.
sumber: Google.com

Pulau Meitara dan Tidore di lembar uang Rp1000
sumber: google.com

 Kalau kurang yakin ya ntar bisa langsung dateng aja, dinikmati sendiri pemandangan dari swearing pantai Ternate. Kota Ternate memang tidak terlalu besar, tetapi cukup ramai. Jika tidak punya kendaraan pribadi tidak perlu khawatir, ada banyak angkot dan ojek yang hilir-mudik setiap waktu. Untuk ongkos, saya belum bisa ngasih info karena belum sempat mencoba keliling kota dengan angkot ataupun ojek motor. Namun, ada yang unik dari angkot di kota ini. Bukan dari bentuk atau warnanya, tetapi musiknya. Hampir semua angkot full musik. Semua musik diputar dengan volume tinggi hingga seperti disko berjalan.

Untuk segala kebutuhan hiburan, kuliner, wisata, kota Ternate sudah menyediakannya cukup lengkap. Ada Jatiland Mall buat yang ingin belanja, mencari buku, makan pizza, atau sekedar jalan-jalan cuci mata di Mall. Di sekitar swearing juga ada taman Nukila dan pantai Palajawa sebagai destinasi wisata bersama teman, atau pacar sambil menikmati suasana sore di tepian pantai. Buat yang hobi karaoke juga ada, tapi cukup jauh dari kota. Kalau mau ke sana, coba tanya aja supir angkot atau ojek motor, nanti dianter kok.


Setelah magrib, kami pulang, istirahat untuk penyebrangan laut besok pagi. Lumayan, dua jam perjalanan laut. Biasanya sih banyak yang jackpot. Mulai besok, perjalanan di tanah Halbar dimulai. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman