google.com |
Ini seperti
pernah aku alami. Aku mengingat ingat kapan aku pernah mengalaminya. Cukup lama
aku mengingat, tetapi belum juga dapat aku tau kapan. Sembari aku mengingat,
akan aku ceritakan kepada kalian apa yang terjadi, mungkin kalian bisa
membantuku mengingatnya. Mungkin juga kalian pernah mengalaminya.
Dua orang
pemuda-pemudi yang berteman lewat suatu komunitas. Sebut saja mereka Bunga dan
Putra. Mereka dekat. Saling berbagi dan berganti cerita. Sekali waktu Bunga
bercerita tentang mimpi buruk yang ia alami ketika tidur. Tengah malam ia
menguhubungi Putra melalui pesan singkat. Kebetulan Putra belum tidur. Bunga bercerita,
dan Putra membantu menenangkannya agar ia dapat kembali tidur.
Di waktu
yang berbeda, Putra yang bercerita dan meminta pendapat Bunga. Kemudia mereka
saling berbagi cerita. Pernah juga mereka bercerita tentang orang-orang spesial
yang ada dalam hidup mereka. Keduanya masih merasa kalau mereka teman dekat. Putra
tidak merasa apa-apa ketika Bunga bercerita bahwa ada seseorang yang selama ini
bermain dalam hati dan pikirannya. Namun, orang tersebut telah memiliki
pendamping hati, bahkan berencana akan segera menikah. Tetapi Bunga tetap
menyukainya, belum bisa menghilangkan perasaannya begitu saja.
Putra bisa
memaklumi apa yang dirasakan sahabatnya. Setiap kali menelpon, Bunga bercerita
tentang pria yang ia kagumi. Lama kelamaan Putra tidak lagi merasa bahwa ia
adalah seorang teman bagi Bunga. Ia merasa asing dengan temannya tersebut. Ia
asing dengan apa yang ia rasakan. Ia mulai merasakan sesuatu yang lain dalam
hatinya; semacam kecemburuan. Pemuda itu mengutuki diri akan apa yang ia
rasakan. Tetapi, ia tidak ingin Bunga tahu. Ia pun sebenarnya tidak
menginginkannya. Perasaan itu ia anggap kutukan.
Tetapi ini
rasa, kuasa hati. Ia tidak memiliki kemampuan apa pun untuk menolaknya. Ia
mengakui kelemahannya menolak rasa rindu jika sehari saja tidak ada kabar
darinya. Putra akhirnya mengakui perasaan iri, marah, bingung yang bercampur
dengan rasa yang tak terdefinisikan dalam hatinya tersebut. Dan, ia mengakui
satu kesalahan terbesarnya; mengakui apa yang ia rasakan.
Namun, ia
tidak mungkin menjauh dari Bunga. Telat juga jika ia harus menolak mengakuinya.
Akhirnya ia menerimanya. Merasakan setiap aliran yang merambat halus dalam
dirinya. Menikmati setiap getir yang tercecap setiap kali sosok pria idaman Bunga
hadir dalam percakapan mereka. Tetapi, ia tetap memutuskan untuk bertahan.
Menikmati semuanya.
Putra tidak
tahu apa yang ada dalam hati Bunga. Yang ia tau, Bunga hingga saat ini masih
mengagumi pria itu. Bunga juga tidak tahu, di saat yang sama ketika ia
memandang sosok idamannya, ada seseorang yang memperhatikan dari balik
punggungnya. Entah sampai kapan ia akan bertahan di sana. Ada harapan dalam
diri Putra bahwa suatu saat nanti ia tidak lagi memandang dari balik punggung Bunga.
Tetapi entah kapan. Entah ada atau tidak keberanian untuk melakukan itu.
Sekarang
mereka masih berteman. Masih saling berbagi cerita, meminta pendapat, saling
mengejek, pernah juga sesekali saling menggoda dalam canda. Sepertinya Bunga
juga tidak menyadari adanya seseorang yang diam-diam mengaguminya. Setidaknya
itu yang ada dalam pikiran Putra.
Di sisi
lain, Putra tidak menyadari jika Bunga dapat membaca sikapnya. Hei, jika kamu
jatuh cinta, jangan harap kamu bisa menutupinya. Hatimu adalah penjajah, pikiran
dan ragamu adalah pihak yang terjajah. Setenang dan sebaik apapun kamu
menutupinya, ia akan dengan licik membuat semua orang tahu bahwa kau sedang
jatuh cinta hingga pipimu bersemu merah. Lebih lagi ketika kamu bersama sosok spesial
itu. Bukankah itu memalukan? Itu yang terjadi pada Putra.
Bunga
memang menyadari itu, tetapi dia belum mau mengakuinya. Ia masih belum bisa
melepaskan secara penuh sosok pria idaman itu dalam hatinya. Jika hatinya diibaratkan
rumah, pria idamannya ada di teras, sedangkan Putra duduk di taman depan
rumahnya dengan sebuh ransel besar yang ia letakan di sampingnya. Bunga sesekali
melihat ke taman depan rumahnya, memastikan Putra tetap di sana dan tidak pergi
jauh. Suatu saat nanti, ketika pria idamannya telah pergi dari rumahnya, Bunga
akan mengajak Putra ke rumahnya. Tetapi, saat ini bukan waktunya. Bunga juga
belum dapat memastikan waktu itu kapan.
Tetapi, Putra
seperti tidak peduli. Ia terlihat sibuk dengan dunianya. Yang ia tahu, alam
lebih memikatnya daripada seorang wanita. Bunga sadar, Putra tidak akan
selamanya berada di sana. Suatu saat ia akan pergi dari taman hatinya. Bunga
ingin menahannya, mengatakan kepadanya untuk tetap berada di sini; di hatinya. Namun,
tidak pernah bisa melakukannya. Jika pun nanti Putra pergi, ia hanya ingin
sahabatnya itu tahu. Di saat ia tengah mengagumi alam nusantara, ada sosok
wanita yang menunggu dan berdoa untuk keselamatannya; untuk kedatangannya
kembali.
Ah ya, aku
belum bisa mengingatnya kapan aku mengalaminya. Mungkin, aku tidak lagi akan mengingatnya.
Jogja, 19/11/2013
Pagi, saat hujan
Iyuh ... enek seng kesindir isuk-isuk ki mas =,=
BalasHapussopo sing kesindir? hahha..
BalasHapus