sumber gambar |
Kemarin sempat
membaca salah satu catatan di dinding facebook teman yang mengomentari tentang
tetralogi laskar pelangi. Dengan bersemangat, dia berpandangan kalau tetralogi
laskar pelangi kurang “bermutu”. “Sebab, di sana Andrea memandang pendidikan
bukanlah sebagai alat peninggi harkat manusia (minimal dirinya sendiri),
melainkan Cuma sebatas kendaraan mimpi, dan sayangnya, mimpi itu pun hanya
sebatas ‘pergi ke luar negeri’ bukan mimpi-yang-besar, semisal ‘mengubah
kepandiran negeri ini, dsb’”[1].
Dengan berlandaskan sebuah teori Gayatri Chakravorty Spivak untuk
mendeskripsikan relasi antara kaum penjajah dan kaum terjajah, kelas dominan
dan subaltern. Si teman itu memberi judul catatannya “Inferioritas Elite
Terdidik sebagai Mantan Subaltern” (Andrea ia sebut sebagai subaltern atau rakyat
jelata).
Catatan si
teman, menurut saya, adalah catatan teoritis, karena dia melihat suatu permasalahan
berdasarkan sebuah teori. Yah, itu wajar saja. Saya pikir ini adalah tugas
kuliah yang kemudian ia upload di
facebook. Jika sudah menggunakan sebuah teori untuk melihat sebuah persoalan,
akan terlihat kemana arah yang akan dituju. Sebenarnya saya tidak terlalu paham
dengan siapa dan seperti apa teori Spivak itu. Dari yang saya baca, spivak
berfokus pada relasi antara kaum penjajah dan terjajah, kaum dominan dan
subaltern, penguasa dan rakyat jelata. Sudah terlihat kemana arah pembicaraan
catatan si teman.
Bermutu atau
tidaknya sebuah karya tergantung dari sudut mana kita memandang. Terkadang kepentingan
juga bisa mempengaruhi. Jika yang lihat adalah penjajah-terjajah,
penguasa-rakyat jelata, penindas-tertindas, mungkin pendapat dan kesimpulan
teman saya tersebut ada benarnya. Bagi saya, buku-buku Andrea adalah karya motivasi,
pemberi harapan.
Bagi Andrea
yang berasal dari salah satu pelosok desa di Belitong, menempuh pendidikan
hingga ke jenjang tertinggi, terlebih lagi sampai ke luar negeri adalah sesuatu
yang sangat luar biasa; jika tidak bisa dikatakan sebagai hal mustahil. Sosok Bu
Muslimah sebagai seorang guru honor yang penuh ketulusan hati dan semangat
membantu para siswa belajar juga memberi motivasi dan semangat kepada para guru
honor di berbagai pelosok negeri ini bahwa mereka tidak sendirian. Ada banyak Ikal
dan Ibu Muslimah lain di seluruh nusantara. Andrea membuktikan bahwa mimpi telah
memberi mereka harapan untuk mewujudkan apa yang selama ini mereka anggap
mustahil untuk diwujudkan.
Tidak bisa
disalahkan jika sebagian mimpi mereka hanya sebatas dapat melanjutkan
pendidikan setinggi-tingginya. Jangan salahkan mereka atas mimpi sederhana itu.
Berjuang mempertahankan mimpinya saja mereka harus jatuh bangun berkali-kali,
apalagi harus mengubah kepandiran
negeri ini. Itu bukan tanggungan mereka, tapi tanggungjawab kita bersama. Tidak
butuh teori yang berbelit-belit untuk mengerti hal ini, cukup pemahaman tentang
kondisi sosial yang ada saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar