Selasa, 19 November 2013

Hati Hati yang Menunggu


google.com

Ini seperti pernah aku alami. Aku mengingat ingat kapan aku pernah mengalaminya. Cukup lama aku mengingat, tetapi belum juga dapat aku tau kapan. Sembari aku mengingat, akan aku ceritakan kepada kalian apa yang terjadi, mungkin kalian bisa membantuku mengingatnya. Mungkin juga kalian pernah mengalaminya.

Dua orang pemuda-pemudi yang berteman lewat suatu komunitas. Sebut saja mereka Bunga dan Putra. Mereka dekat. Saling berbagi dan berganti cerita. Sekali waktu Bunga bercerita tentang mimpi buruk yang ia alami ketika tidur. Tengah malam ia menguhubungi Putra melalui pesan singkat. Kebetulan Putra belum tidur. Bunga bercerita, dan Putra membantu menenangkannya agar ia dapat kembali tidur.

Di waktu yang berbeda, Putra yang bercerita dan meminta pendapat Bunga. Kemudia mereka saling berbagi cerita. Pernah juga mereka bercerita tentang orang-orang spesial yang ada dalam hidup mereka. Keduanya masih merasa kalau mereka teman dekat. Putra tidak merasa apa-apa ketika Bunga bercerita bahwa ada seseorang yang selama ini bermain dalam hati dan pikirannya. Namun, orang tersebut telah memiliki pendamping hati, bahkan berencana akan segera menikah. Tetapi Bunga tetap menyukainya, belum bisa menghilangkan perasaannya begitu saja. 

Putra bisa memaklumi apa yang dirasakan sahabatnya. Setiap kali menelpon, Bunga bercerita tentang pria yang ia kagumi. Lama kelamaan Putra tidak lagi merasa bahwa ia adalah seorang teman bagi Bunga. Ia merasa asing dengan temannya tersebut. Ia asing dengan apa yang ia rasakan. Ia mulai merasakan sesuatu yang lain dalam hatinya; semacam kecemburuan. Pemuda itu mengutuki diri akan apa yang ia rasakan. Tetapi, ia tidak ingin Bunga tahu. Ia pun sebenarnya tidak menginginkannya. Perasaan itu ia anggap kutukan.
Tetapi ini rasa, kuasa hati. Ia tidak memiliki kemampuan apa pun untuk menolaknya. Ia mengakui kelemahannya menolak rasa rindu jika sehari saja tidak ada kabar darinya. Putra akhirnya mengakui perasaan iri, marah, bingung yang bercampur dengan rasa yang tak terdefinisikan dalam hatinya tersebut. Dan, ia mengakui satu kesalahan terbesarnya; mengakui apa yang ia rasakan.

Namun, ia tidak mungkin menjauh dari Bunga. Telat juga jika ia harus menolak mengakuinya. Akhirnya ia menerimanya. Merasakan setiap aliran yang merambat halus dalam dirinya. Menikmati setiap getir yang tercecap setiap kali sosok pria idaman Bunga hadir dalam percakapan mereka. Tetapi, ia tetap memutuskan untuk bertahan. Menikmati semuanya.

Putra tidak tahu apa yang ada dalam hati Bunga. Yang ia tau, Bunga hingga saat ini masih mengagumi pria itu. Bunga juga tidak tahu, di saat yang sama ketika ia memandang sosok idamannya, ada seseorang yang memperhatikan dari balik punggungnya. Entah sampai kapan ia akan bertahan di sana. Ada harapan dalam diri Putra bahwa suatu saat nanti ia tidak lagi memandang dari balik punggung Bunga. Tetapi entah kapan. Entah ada atau tidak keberanian untuk melakukan itu.

Sekarang mereka masih berteman. Masih saling berbagi cerita, meminta pendapat, saling mengejek, pernah juga sesekali saling menggoda dalam canda. Sepertinya Bunga juga tidak menyadari adanya seseorang yang diam-diam mengaguminya. Setidaknya itu yang ada dalam pikiran Putra.

Di sisi lain, Putra tidak menyadari jika Bunga dapat membaca sikapnya. Hei, jika kamu jatuh cinta, jangan harap kamu bisa menutupinya. Hatimu adalah penjajah, pikiran dan ragamu adalah pihak yang terjajah. Setenang dan sebaik apapun kamu menutupinya, ia akan dengan licik membuat semua orang tahu bahwa kau sedang jatuh cinta hingga pipimu bersemu merah. Lebih lagi ketika kamu bersama sosok spesial itu. Bukankah itu memalukan? Itu yang terjadi pada Putra.

Bunga memang menyadari itu, tetapi dia belum mau mengakuinya. Ia masih belum bisa melepaskan secara penuh sosok pria idaman itu dalam hatinya. Jika hatinya diibaratkan rumah, pria idamannya ada di teras, sedangkan Putra duduk di taman depan rumahnya dengan sebuh ransel besar yang ia letakan di sampingnya. Bunga sesekali melihat ke taman depan rumahnya, memastikan Putra tetap di sana dan tidak pergi jauh. Suatu saat nanti, ketika pria idamannya telah pergi dari rumahnya, Bunga akan mengajak Putra ke rumahnya. Tetapi, saat ini bukan waktunya. Bunga juga belum dapat memastikan waktu itu kapan.

Tetapi, Putra seperti tidak peduli. Ia terlihat sibuk dengan dunianya. Yang ia tahu, alam lebih memikatnya daripada seorang wanita. Bunga sadar, Putra tidak akan selamanya berada di sana. Suatu saat ia akan pergi dari taman hatinya. Bunga ingin menahannya, mengatakan kepadanya untuk tetap berada di sini; di hatinya. Namun, tidak pernah bisa melakukannya. Jika pun nanti Putra pergi, ia hanya ingin sahabatnya itu tahu. Di saat ia tengah mengagumi alam nusantara, ada sosok wanita yang menunggu dan berdoa untuk keselamatannya; untuk kedatangannya kembali.

Ah ya, aku belum bisa mengingatnya kapan aku mengalaminya. Mungkin, aku tidak lagi akan mengingatnya.

Jogja, 19/11/2013
Pagi, saat hujan


2 komentar:

Isi Blognya ini ....

Tayangan

77382

Cari Blog Ini

Teman-teman