“Cantik itu pengakuan. Dan kuakui,
tidak ada yang secantik senja di dunia ini…. “
Ini semacam membangkitkan hobi yang telah lama hilang. Hobi? Mungkin
lebih tepatnya kegilaan. Saya merasa tergila-gila terhadap senja. Sudah lama
kegilaan itu tidak saya lakukan, walau sesekali ketika dalam perjalanan atau berada
di suatu tempat yang ketika itu senja muncul dengan cantiknya, saya akan
menikmatinya. Walau sejenak.
Dulu, ketika di asrama. Hampir setiap sore saya naik ke genteng asrama
dan duduk di sana untuk menikmati senja hingga matahari tenggelam. Saat masa-masa
semester awal kuliah, saya sering ke pantai depok atau parangtritis untuk
sekedar menikmati matahari terbenam dan langit jingga. Terkadang saya bersama
teman, tapi lebih sering sendiri. Duduk di atas pasir pinggiran pantai, berdiam
diri seraya mata menatap lurus ke barat. Menikmati setiap langkah matahari menyelinap
di balik lautan, dan setiap jengkal langit berwarna jingga. Kemudian setelah
magrib baru pulang.
Selama empat hari kemarin, kegilaan itu kembali saya lakukan. Awalnya
ketika sabtu itu, saat secara bersamaan antara dia, senja, pelangi tanpa hujan,
dan purnama muncul dalam satu hari. Yap, bisa kalian bayangkan bagaimana
indahnya hari itu. Keesokan harinya, aku memutuskan untuk meminjam kamera dan
mengajak temanku ke Bukit Bintang untuk motret senja. Yap, senja. Bukan sunset. Kareand di Bukit Bintang nggak
bakal kelihatan sunsetnya. Di Bukit Bintang
kami mendapatkan beberapa foto senja yang, hmmm… lumayanlah..
Ketagihan dengan cantiknya senja di Bukit Bintang, keesokan harinya saya
melanjutkan perburuan senja di tempat yang berbeda, yaitu pantai. Saya nggak
tahu itu pantai apa. Kalau kamu dari parangtritis mau ke pantai Depok lewat
gumuk pasir, tempatnya setelah gapura prasasti gumuk pasir. Beberapa ornamen di
sana cukup membuat hasil foto senja lumayan bagus menurutku. Hamparan pasir, beberapa
orang, dan perahu-perahu nelayan yang berbaris di pinggir pantai.
(Gambar)
Di tempat ini, senja terlihat cantik sekali. Matahari yang hendak
terbenam juga beberapa kali tertangkap kamera dalam wujud bulat seperti bola
api yang sebagian tertutup hamparan awan. Semakin sore, senja semakin menawan. Warna
jingga, ungu kuning, biru langit, dan hitam pantai membuat kombinasi warna yang
mengagumkan. Ketika matahari mulai gelap, saya mencoba dengan teknik blub, dengan mengambil siluet perahu
sebagai foreground. Dan hasilnya….
Hari ketiga, sejak siang hari begitu cerah. Langit bersih dari awan yang
bergumpal. Hanya sedikit awan tipis di tepian langit barat. Jam empat sore saya
langsung meluncur ke malioboro. Di sepanjang jalan malioboro hanya mendapat
beberapa foto human interest, saya
melangkahkan jalan ke taman kota. Di sini, biasanya senja juga cukup cantik. Lebih
lagi dengan bangunan-bangunan tua kota jogja yang semakin menawan ketika warna
kekuningan dari senja menimpa permukaannya. Tapi sepertinya tidak untuk sore
ini. Hanya gedung Pos gedhe dan
gedung BI yang tertimpa cahaya kekuningan senja.
Kurang puas, saya melangkahkan kaki ke alun-alun utara. Di sana masih
banyak pekerja, mobil, dan truk-truk besar membereskan sisa-sisa Sekaten. Tetapi
di bagian barat, saya menemukan apa yang saya cari. Siluet kubah masjid gedhe keraton
dan pohon beringin tertimpa matahari yang turun di antara keduanya.
Saya melihat sekeliling saya, siapa tahu ada sesuatu yang bisa digunakan
sebagai aksesoris penguat senja sore ini. Yap, saya menemukan lampu-lampu
jalanan, tukang becak, angkringan, dan beberapa orang yang saling bercengkrama.
Semuanya saya jadikan penguat kecantikan senja sore ini.
Setelah ini, saya masih ketagihan untuk berburu senja di tempat lain dan
memenjarakannya di dalam kamera. Tetapi waktu itu entah kapan. Yap,
mudah-mudahan ada waktu dan teman saya berbaik hati untuk meminjamkan lagi
kameranya kepada saya. Hehehe *ketauan deh kalo kamera pinjeman*.
Ardian Justo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar