suparyanto.blogspot.com |
Ada
pertanyaan besar dalam kepalaku, kenapa orangtua seringkali mengarahkan pilihan
kepada anaknya sesuai apa yang mereka tahu. Bahkan dalam beberapa kasus, tidak
memberikan pilihan kepada anaknya untuk memilih apa yang ia inginkan. Apa mereka
benar-benar ingin memberikan kebahagiaan kepada anaknya, atau mendapatkan
kebahagiaan yang mereka inginkan melalui anaknya? Jika alasannya ingin memberikan
kebahagiaan buat anaknya, apa pilihan itu benar-benar yang diinginkan anaknya?
Saya sempat
menemui beberapa orang yang mengeluhkan apa yang dilakukan orangtuanya. Ketika kuliah,
orangtuanya menginginkan dia untuk masuk jurusan yang mereka inginkan. Dia menurut
saja. Ketika dia masuk ke semester lima, orangtuanya menginginkan dia untuk
segera mengambil skripsi dan segera menyelesaikan kuliahnya. Dia mengeluhkan
sikap orangtuanya tersebut. Belum lagi orangtuanya juga menginginkannya untuk
melanjutkan S2, sedangkan ketika itu ia ingin sekali terjun ke lapangan menjadi
pengajar di daerah-daerah terpencil.
Film
3 Idiot (2009), film india yang dibintangi
Ameer Khan juga menceritakan hal yang sama. Salah seorang tokohnya yang
memiliki hobi fotografi, dipaksa untuk kuliah di institut Teknik. Dalam prosesnya
ia bisa, Tetapi tidak bisa mendapatkan hasil yang baik. Ia dipaksa oleh
temannya untuk mengatakan kepada orangtuanya apa yang ia inginkan. Akhirnya orangtuanya
memahami apa yang ia inginkan dan mengizinkan anaknya memilih jalannya sendiri.
Dari beberapa
kasus di atas, terlihat jika apa yang
diinginkan orangtua tidak selamanya apa yang juga diinginkan anaknya. Begitu
juga tentang kebahagiaan. Setiap orang punya jalan kebahagiaannya
masing-masing, termasuk kebahagiaan orangtua dan anaknya. Saya tegaskan, kebahagiaan
itu tetap sama, hanya jalan dan tolak ukur kebahagiaan masing-masing orang itu yang
berbeda.
Jika mereka
adalah orangtua yang bijaksana, mestinya mereka bisa melihat kondisi zaman ketika
mereka mencari kebahagiaan mereka dengan zaman ketika anaknya akan mendapatkan
kebahagiaannya. Berangkat dari pengalaman mereka, semestinya mereka bersikap
sebagai pendamping, mentor, penasehat, dan dewan pertimbangan bagi anaknya. Bukan
pemberi keputusan, lebih lagi penentu jalan untuk anaknya. Jika orangtua bijaksana,
semestinya mereka bisa memahami apa yang diinginkan anaknya, menjelaskan dengan
baik setiap konsekuensi, masalah, dan hasil yang akan mereka dapat secara
objektif dan seimbang. Jika orangtua bijaksana, semestinya mereka bisa
mendukung apa yang diinginkan anaknya. Jika orangtua bijaksana, semestinya
mereka bahagia ketika anaknya bahagia dengan jalannya sendiri.
Setiap
masalah pasti ada. Itu juga yang akan dihadapi anaknya ketika memutuskan untuk
mencari jalannya sendiri. Jika orangtua bijaksana dan mengerti, setiap anak pasti
mengidolakan orangtua mereka. Itu juga membuat mereka ingin menjadi seperti orangtuanya.
Jatuh bangun, menangis, tertawa, menjadi dewasa dan mandiri seperti orangtua
mereka ketika berada dalam jalan mereka sendiri. Jika orangtua bijaksana dan
mengerti, sebenarnya anak-anak yang menolak bantuan dari orangtua mereka bukan
karena tidak menghargai niat baik orangtuanya, mereka hanya tidak ingin terus
menerus berlindung di bawah ketiak orangtuanya. Suatu waktu, ketika mereka
merasa tidak mampu lagi berjalan dan merasa nyaris putus asa, anak-anak akan
tahu kemana jalan pulang menuju rumah mereka. Orang tua semestinya bersikap siap
siaga menjadi tempat bersandar untuk anaknya.
Memang
terlihat seperti memaksa orangtua untuk menuruti keinginan anaknya. Tidak. Anak-anak
juga menuruti apa yang orangtua inginkan jika itu tidak bertentangan dengan
mereka. Atau jika orangtua bisa menjelaskan dengan baik apa yang orangtua
inginkan dan mengapa mereka melarang dengan cara yang baik. Memang tidak semua
orangtua bisa melakukan hal itu. Tetapi, jika orangtua bisa mengerti anaknya,
maka anak juga bisa mengerti orangtuanya. Begitu juga sebaliknya.
Anak-anak
adalah buah hati orangtuanya. Setiap sifat, karakter, gaya bicara, dan banyak
hal lainnya terbentuk salah satu dan terbesar adalah dari dukungan orangtua. Jika
anak keras kepala, pemarah, suka melawan, salah satunya dari orangtua. Begitu juga
jika anak memiliki sifat sabar, rendah hati, menghargai oranglain, juga dari faktor
orangtuanya. Secara kasarnya dapat dikatakan, anak adalah robot berakal yang
dibentuk dan diciptakan oleh orangtua.
Kunci
berjalanannya keharmonisan dari anak dan orangtua adalah komunikasi. Komunikasi
yang baik bisa menjelaskan semuanya. Apa yang diinginkan anaknya, dan apa yang
orangtua mau. Orangtua yang lebih mengerti tentang anaknya, karena sejak mereka
lahir, hampir 24 jam mengamati setiap pertumbuhan anaknya. Jika orangtua
bijaksana, mereka dapat mengarahkan anaknya ke jalan kebahagiaan mereka sendiri.
Catatan ini hanya sekedar curahan hati saya, sebagai seorang anak. Penulisan ini lebih banyak berupa sisi subjektivitas dari penulis. Jika ada tanggapan dari para orangtua, saya sangat berterima kasih. Meski itu juga berupa subjektivitas.
Ardian Justo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar