sumber: thesecretintrovert.com |
Salah seorang teman pernah curhat bagaimana susahnya dia
mencari teman. Kadang dia iri melihat teman-temannya yang lain ngumpul dengan
teman-temannya, rame, seru. Tapi buat dia, ketemu satu temen buat makan bareng
aja kadang susah. Sering juga bertanya dalam diri, apa yang salah ya, kok
kayaknya mereka pada takut temenan sama aku?
Aku seperti melihat diriku ketika dia bercerita. Bukan,
bukan soal jodoh, tapi yang ia alami pun aku mengalami hal yang sama. Pergaulan
jadi masalah terbesarku bahkan hingga usiaku sekarang. Dalam lingkungan yang
ramai, kelompok organisasi yang terlihat solid, tapi aku juga masih sering
merasa kesepian. Seringkali merasa kalau keberadaanku seperti tak kasat mata,
ada nggak ada aku ya sama aja, nggak berpengaruh apapun.
Aku introvert. Tulisan ini juga ingin bercerita bagaimana
seorang introvert menjalani kesehariannya. Memang gak ada yang penting
barangkali dengan hidupku, tapi aku ingin menjelaskan hal yang mungkin berbeda
dengan apa yang kebanyakan orang tau tentang introvert.
Apa sih introvert
itu?
Jika aku bertanya, apa yang kalian tau tentang introvert? Pemalu,
anti sosial, menutup diri dan suka menyendiri? Sebagian besar orang
mendeskripsikan introvert seperti itu. Padahal tidak semuanya benar. Suka
menyendiri mungkin benar, karena kebanyakan introvert lebih suka menghabiskan
waktu sendiri mendengarkan musik kesukaan atau membaca buku di dalam kamar atau
suatu tempat yang jauh dari keramaian. Terutama ketika energi mereka menipis
dan mereka menjadi moody.
Introvert dan ekstrovert, menurut Marti Olsen Laney, Psy.D
dalam bukunya Introvert Advantage
adalah tempramen bawaan setiap orang sejak lahir, dan itu melekat kepada
seseorang seumur hidupnya. Sepertiga penduduk dunia adalah introvert dan
duapertiga sisanya adalah ekstrovert. Banyak tokoh-tokoh dunia yang merupakan
seorang introvert, seperti Enstein. Kedua tempramen ini sangat bergantung
dengan energi dari orang tersebut, dan energi tersebut juga sangat berpengaruh
terhadap lingkungannya. Energi ini bisa juga kita ibaratkan sebagai mood.
Jika diibaratkan batrai, introvert adalah batrai
rechargeable, artinya dia butuh tempat dan waktu khusus untuk mengisi
energinya. Sedangkan ekstrovert bisa diibaratkan batrai solarsel yang
membutuhkan lingkungan luar untuk mengisi tenaganya, sama seperti ekstrovert
yang butuh orang-orang, kelompok, atau komunitasnya untuk mengembalikan
energinya.
Jika introvert dalam kondisi energi yang terisi penuh,
artinya moodnya sedang baik ia bisa sangat ceria, suka bercerita, becanda dan
jadi pusat perhatian laiknya ekstrovert. Image pemalu dan anti sosial seakan
hilang darinya. Ketika membahas sesuatu
yang mereka kuasai atau apa yang memang sudah disiapkan, mereka akan tampil
sangat gemilang yang bisa bikin banyak orang takjub.
Tetapi ketika energinya menipis, wajah murung seperti cewek
pms dengan mood berantakan terlihat jelas seakan membuat orang di sekitarnya
lebih baik menjauh. Kondisinya pun mudah lelah, ketika kumpul dengan
teman-teman seakan sangat menjemukan dan membuat mereka ingin cepat-cepat
menghindar dari keramaian dan mencari tempat yang lebih tenang. Kondisi ini
yang kadang membuat kebanyakan orang dengan karakter introvert serba salah. Di
satu sisi mereka ingin ikut kumpul dan bergaul, tapi di sisi lain swing mood
membuat mereka sangat tidak nyaman berada dalam lingkungan keramaian.
Seringkali kondisi ketidaknyamanan mereka juga mempengaruhi lingkungan mereka.
Sikap yang nyebelin dan kata-kata yang nyakitin juga sering muncul dari mereka.
Inilah yang akhirnya membuat banyak introvert akhirnya dijauhi.
Introvert perlu kenal
diri mereka
Menerima diri dengan tempramen introvert itu penting. Setiap
orang harus mengenal diri mereka sendiri lebih dari siapapun, terutama mereka
yang terlahir sebagai introvert. Tidak ada yang salah menjadi introvert, itu
bukan sebuah kecacatan lahir. Hanya saja kita perlu mengenal siapa diri kita,
mengetahui kelebihan dan kekurangan diri sendiri, hobi, passion, bahkan tentang
apa itu introvert.
Aku bukan ingin promosi buku Introvert Advantage, tapi setelah baca buku itu membuatku punya
pandangan berbeda tentang diriku sendiri, juga sebagai seorang introvert. Aku
lupa kapan tepatnya buku ini aku baca, mungkin sekitar menjelang akhir kuliah.
Aku bukan tidak bergaul, di SMA aku ikut beberapa organisasi bahkan menjadi
kordinator bidang, juga magang di majalah pelajar hingga menjadi pimpinan
redaksi. Angkatanku sewaktu SMA pun dikenal sangat solid, tapi aku pribadi
nggak merasakan menjadi bagian kesolidan itu. Masalahnya sederhana, aku nggak
suka ikut kumpul-kumpul dengan mereka. Hal yang sama dan akar permasalahan yang
kurang lebih sama pun terjadi hingga aku kuliah, ketika ikut dalam UKM kampus
dan lingkungan angkatan. Aku seperti orang yang tidak punya kubu, artinya nggak
punya temen nongkrong bareng, kemana-mana lebih sering sendirian. Tetapi
hubungan dengan teman-teman dan lingkungan organisasi tetap baik.
Bukannya udah tau masalahnya cuma karena nggak ikut kumpul,
kenapa nggak dilakukan, kan tinggal ikut aja? Iya bener. Aku bukan nggak mau
ikut kumpul dengan mereka, tapi kadang nggak suka tempat rame, nggak nyaman,
dalam beberapa kondisi lebih sering diem dan menyimak guyonan mereka yang aku
nggak paham. Itu lah yang sering membuatku lebih suka nggak ikutan, karena ada
nggak ada aku juga nggak ngaruh. Sedih ya.
Akhirnya aku mencoba mengenal siapa diriku sendiri, apa yang
aku ingin dan butuhkan, dan dari buku ini aku juga menjadi tau banyak hal
tentang introvert. Aku menerima diriku sebagai seorang introvert. Setelah saat
itu, aku merasakan banyak hal dalam diriku pribadi, dan ternyata juga
berpengaruh kepada pandangan orang lain terhadapku.
Menjadi pribadi yang
bebas
sumber |
Aku tidak tau jelas dimana perubahan itu dimulai, tapi
memanjangkan rambut hingga sebahu kuanggap sebagai fase menjadi pribadi yang
lebih bebas dan percaya diri, yang nggak lagi sibuk memikirkan kenapa aku nggak
punya temen dan selalu dianggap nggak ada. Aku merasakan kenyamanan menjadi
diri sendiri ketika rambutku panjang. Meleburkan diri dalam aktivitas mendaki
gunung, traveling juga fotografi, dan masih tetap bisa lulus kuliah dalam waktu
empat tahun. Setelah lulus, sementara teman-teman yang lain sibuk mencari
pekerjaan, aku memutuskan untuk traveling selama setahun ke Indonesia timur.
Aku menganggapnya sebagai me time.
Aku nggak peduli dengan banyak omongan orang yang bilang aku nggak bakal susah
dapet kerjaan karena masa-masa fresh grad akan hilang setelah enam bulan
setelah lulus, dan tersaingi dengan lulusan-lulusan baru. Aku nggak peduli, aku melakukan apa yang
kuinginkan, terlebih lagi aku tau alasan kenapa aku melakukannya.
Rencana traveling ke Indonesia timurku pun berjalan. Memang
tidak bener-bener murni traveling karena aku ikut lembaga survey di daerah jawa
timur selama dua bulan, kemudian program Ekspedisi NKRI dari Kopassus selama
empat bulan di Ternate dan Halmahera Barat. Aku sangat bersyukur dengan apa
yang aku jalani dan dapatkan dari pengalaman yang aku jalani selama setahun.
Benar-benar di luar ekspektasiku.
Setelah setahun fase me
time, aku mulai mencari pekerjaan di perusahaan dan bidang yang sesuai
passionku. Beberapa bulan kemudian aku diterima kerja sesuai bidang dan
perusahaan yang aku inginkan.
Banyak perubahan yang aku rasakan ketika menerima diri
sebagai introvert, dan mengetahui tentang karakter tempramen tersebut.
Kepercayaan diri itu menjadi bekal untuk menghadapi lingkungan yang selalu
menuntut untuk menjadi esktrovert. Contohnya ketika kecil, bagaimana orangtua
selalu menyuruh anaknya yang lebih suka di rumah untuk keluar main dengan
temannya, atau orang tua yang suka membandingkan anaknya dengan anak orang lain
yang lebih ramah dan periang.
Menerima diri menjadi seorang introvert, pun membuatku
mengetahui kebutuhan dan keinginanku yang akhirnya mengarahkanku kepada passion.
Katanya, beruntunglah orang-orang yang menemukan passion dan hidup bersamanya.
Aku mengamini itu. Walaupun dengan catatan, memilih hidup bersama passionmu itu
artinya memilih jalan hidup yang berkali-kali lipat lebih keras daripada orang
yang tidak memilih passion sebagai jalan hidupnya.*