![]() |
sumber |
Beberapa bulan
ini, sejak april sepertinya, pengaturan keungan bener-bener kacau. Sedikit pemasukan,
banyak pengeluaran. Mungkin awalnya dari pendakian Slamet Mei kemarin. Aku harus
menyisihkan beberapa uang untuk persiapan pendakian sampai-sampai harus ngutang
ke Dhimas dan “memakan” uang kos. Setelah itu, uang yang ada harus dicicil
untuk bayar utang. Tiba-tiba Nisita juga menagih uang untuk kalung yang udah
diambil ibunya pakai uang kantor. Hingga bulan berikutnya pengeluaran semakin
tak terkira. Hutang masih banyak, uang kos selama tiga bulan belum terbayar. Biaya
praujian skripsi juga turut menyita banyak nominal untuk foto kopi dan
kebutuhan lainnya. Beberapa kali pengeluaran yang seharusnya tidak perlu terjadi
harus terjadi, seperti karaoke (walaupun patungan, tapi intensitas terlalu
sering), dan nonton bioskop.
Hari ini,
saya terpaksa tahu gimbal dan es teh di bonbin harus saya catat dulu di buku
hutang, mungkin lusa baru atau senin baru saya bayar. Sedari siang sampai malam
saya harus puas dengan air putih. Tapi untung saja siang sampai sore tadi
ngelesi, jadi ada sedikit alasan buat nggak makan, walaupun itu sama saja
menambah rasa lapar menjadi beberapa kali lipat. Jam setengah sepuuh tadi akhirnya
saya nyerah. Perut seakan memberontak untuk minta diisi. Akhirnya, terpaksa
saya membongkar beberapa tempat persembunyian yang biasa “diselipi” uang
ribuan. Receh Rp 100 dan Rp 200 sejumlah Rp 2000 saya ambil dari gelas
penyimpanan. Di dompet ada Rp 1000, di kantong celana yang lagi di jemur ada Rp
1000, sisa uang foto kopi tadi siang ada Rp 2000. Yap, akhirnya terkumpul sejumlah
Rp 6000. Ini cukup untuk makan nasi kucing dua, gorengan 1, cakar 3, dan teh anget.
Alhamdulillah sekali hari ini. Mudah-mudahan bisa mengambil hikmahnya. Amin. *edisitasawuf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar