Jumat, 29 Maret 2013

Nepotisme Raja Airlangga



Peristiwa rencana penempatan putra Raja Airlangga menjadi raja di Bali disebut sebagai salah bentuk praktik nepotisme yang terjadi di Nusantara. Raja Airlangga menginginkan salah satu anaknya menjadi Raja di Bali. Untuk merealisasikan keinginannya tersebut, Airlangga mengutus Mpu Baradah untuk membantunya. Dalam kutipan terjemahan dari teks Calon Arang prosa berkode LOr 5387/5279 berikut menceritakan bentuk negosiasi Mpu Baradah kepada Mpu Kuturan sebagai tetua adat di Bali karena daerah tersebut belum ada raja yang memerintah.

“… Raja di Jawa nama penobatannya Maharaja Erlanggya, bergelar Jatiningrat. Dia berputra dua orang, itulah Tuanku, diharapkan akan diangkat raja di Bali seorang, yang lainnya (lagi) di Pulau Jawa.”
(Suastika, 1997:120*)

Namun, negosiasi tersebut tidak bisa berjalan lancar seperti yang diharapkan. Mpu Kuturan menolak penempatan putra Raja dari Jawa. Ia berniat mengangkat cucunya sendiri menjadi raja di Bali. Proses negosiasi yang berjalan alot tersebut membuat geram Mpu Baradah. Ia melancarkan ultimatum kepada Mpu Kuturan bahwa seluruh nusantara telah tunduk kepada Raja Airlangga, sehingga hal tersebut seharusnya juga berlaku kepada Bali. Kemudian Mpu Kuturan berkata tegas kepada Mpu Baradah.

Pendeta Baradah berkata lagi, “Tuanku, saya berkata lagi ke hadapan Sang Pendeta. Apabila sungguh salah di hadapan Tuan Hamba, seluruh Nusantara itu Tuanku, daerah-daerah besar itu sama-sama menyerahkan upeti semua.” Beliau Mpu Kuturan menjawab, “Tanpa alasan bahwa Nusantara banyak menyerahkan upeti tunduk kepada Jawa semua, jika untuk Bali saya tidak setuju. Jika begitu, saya senang apabila menyerbu seluruh negara, ya sedapat-dapat saya menerima. Apabila saya telah mati saat itu jugalah sekehendak Raja Jawa akan memerintah Bali itu.”
(ibid)

Dalam prosa lirik Calon Arang: Kisah Perempuan Korban Patriarki peristiwa tersebut digambarkan sebagai kilas balik dari bentuk praktik nepotisme yang marak terjadi pada masa pemerintahan orde baru. Hal tersebut seperti disebutkan dalam kutipan berikut.

Coba, kita belajar dar sejarah, dari pengalaman
Mpu Baradah yang datang menemui Sri Mpu Kuturan di Bali
Yang lebih sakti lagi, untuk diminta
persetujuannya atas niat Sang Erlangga menempatkan
Salah satu putranya pada tahta di Bali :
(Bandingkan dengan nepotisme masa kini)
Kini di Irian, di Dili, di Aceh, di mana lagi
Daerah menjadi proyek oleh Pemerintah Pusat, tidak jelas
Ini meniru atau naluri, mirip sekali dengan
Mewajibkan, pada Raja Jawa harus diserahkan upeti.

(Heraty, 2000:21**)

Nepotisme merupakan kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan maupun pangkat di lingkungan pemerintah (KBBI edisi keempat, 2008: 959). Nepotisme juga dapat dimaknai sebagai praktik penyimpangan politik kekuasaan yang dilakukan untuk menguntungkan kepentingan keluarga maupun golongannya di atas kepentingan bangsa dan negara. Isu nepotisme juga menjadi salah satu faktor pemicu gerakan reformasi untuk menggulingkan penguasa orde baru.

Ardian Justo

sumber :
* Suastika, I Made. 1997. Calon Arang dalam Tradisi Bali Suntingan Teks, Terjemahan, dan Analisis Proses Pem-Bali-an. Yogyakarta: Duta Wacana University Press
** Heraty, Toeti. 2000. Calon Arang : Kisah Perempuan Korban Patriarki. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman