A. SEJARAH KAUMAN
Kauman merupakan sebuah kampung tempat bermukimnya para ulama kraton. Ulama – ulama tersebut merupakan abdi dalem kraton. Abdi dalem tersebut disebut dengan abdi dalem pamethakan. Abdi dalem pamethakan merupakan abdi dalem kraton yang bertugas mengurusi masalah keagamaan, khususnya bidang kemasjidan. Para abdi dalem pamethakan tersebut diberi tempat di sekitar masjid. Beberapa keluarga abdi dalem tersebut saling berhubungan dan lama – kelamaan terbentuklah masyarakat Kauman. Dan tempat tinggal mereka disebut dengan Kampung Kauman.
Lahirnya kampung Kauman erat kaitannya dengan kraton Yogyakarta. Karena para abdi dalem yang tinggal di Kauman tersebut bertindak sebagai alat birokrasi kerajaan di bidang keagamaan. Mereka bertugas mengurusi masjid Gedhe Yogyakarta. Oleh karena yang tinggal di sekitar masjid ini merupakan orang - orang yang menegakkan dan mengamalkan agama Islam, maka masyarakat sekitar menyebutnya sebagai qaaimuddin, orang – orang Jawa menyebutnya sebagai pakauman. Dan sekarang kampung ini lebih dikenal dengan nama Kauman.
Kampung Kauman Yogyakarta ini terletak di sebelah barat alun – alun utara dan kraton Yogyakarta, tepatnya di belakang masjid Gedhe Yogyakarta. Konsep ini sesuai dengan konsep kota – kota Islam di Jawa, dengan tatanan fisik alun – alun, pusat pemerintahan dan masjid. Dan pada umumnya, di belakang masjid tersebut terdapat sebuah perkampungan yang diberi nama kampung Kauman.
B. STATUS SOSIAL MASYARAKAT KAUMAN
Masyarakat Kauman banyak yang menjadi abdi dalem kraton Yogyakarta. Jabatan sebagai abdi dalem tersebut merupakan ciri khusus dalam masyarakat Kauman. Ikatan sosial sebagai abdi dalem inilah yang mengawali terbentuknya masyarakat Kauman. Jabatan sebagai abdi dalem pamethakan merupakan kedudukan yang penting dalam hubungannya dengan birokrasi kraton Yogyakarta.
Dengan adanya jabatan tersebut, membuat mereka mampu mengikat masyarakatnya lebih erat dalam pergaulan sehari –hari. Dengan adanya kedudukan tersebut pula lah yang menimbulkan adanya pandangan Kauman-sentris. Pandangan ini menganggap bahwa mereka mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kampung – kampung yang lain. Adanya pandangan ini kadang membuat mereka merendahkan kelompok – kelompok lain di luar Kauman.
C. KEHIDUPAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KAUMAN
Dalam bidang keagamaan, Masjid Agung Yogyakarta menjadi pusat kegiatan masyarakat Kauman. Selain digunakan untuk kegiatan keagamaan, masjid juga digunakan untuk kegiatan keamasyarakatan lainnya. Agenda pertemuan yang dilakukan secara rutin adalah kegiatan salat berjamaah. Di sela – sela kegiatan salat berjamaah tersebut digunakan untuk membicarakan masalah – masalah sosial dan kehidupan sehari – hari mereka. Pertemuan yang intensif ini membentuk ukhuwah islamiyah.
Masyarakat Kauman identik dengan nuansa Islami. Hal itu dikarenakan masyarakatnya yang selalu menjalankan syariat agama Islam, hal ini pula yang menjadi ciri khusus masyarakat Kauman. Sebelum abad 19, masyarakat Kauman masih menjalankan syariat Islam secara tradisional. Mereka masih terikat dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan mistik. Mereka juga masih melakukan upacara – upacara keagamaan yang mesih bersifat tradisional. Upacara – upacara tersebut merupakan rangkaian tradisi masyarakat Jawa yang kemudian digabungkan dengan doa – doa yang sesuai dengan keyakinan Islam.
Memasuki pertengahan abad ke 19, kehidupan keagamaan tersebut mulai berubah. Hal ini dikarenakan masuknya paham reformasi Islam. Paham ini berusaha mengembalikan ajaran Islam kepada sumber yang asli. Kegiatan – kegiatan yang bersifat tradisional tersebut mulai ditinggalkan. Paham reformasi Islam ini dipimpin oleh K.H Ahmad Dahlan. Kemudian K.H Ahmad Dahlan mendirikan sebuah organisasi Islam yang diberi nama “Muhammadiyah”. Organisasi ini berdiri pada tahun 1912 yang bertujuan untuk memurnikan ajaran agama Islam. Selain itu juga untuk mengembalikan kehidupan masyarakat yang bersumber kepada Al Qur’an dan Al Hadits.
Pada awal berdirinya, Muhammadiyah banyak mendapat perlawanan dari orang – orang Kauman sendiri. Golongan yang menolak ini kebanyakan merupakan para penghulu kraton. Namun dengan adanya perubahan dan pergeseran pola pada kehidupan keagamaan mereka menunjukkan bahwa sebenarnya Muhammadiyah diterima oleh masyarakat Kauman sendiri. Lama – kelamaan mereka juga mulai kembali kepada ajaran yang bersumber kepada Al Qur’an.
Sebelum berdirinya Muhammadiyah, pendidikan di Kauman hanya dilaksanakan di pondok pesantren. Yang diajarkan juga hanya ilmu – ilmu agama Islam. Selain itu mereka hanya dipersiapkan menjadi penerus jabatan pengulu kraton di Masjid Gedhe Yogyakarta. Namun setelah berdirinya Muhammadiyah, para santri tidak hanya diajarkan tentang agama Islam, tetapi juga diajarkan ilmu – ilmu pengetahuan umum. Mereka juga diajar dengan sistem pendidikan barat.
Dalam kehidupan sehari – hari, masyarakat Kauman tidak pernah meninggalkan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama Islam. Dalam buku karya Abdurrachman Surjomihardjo yang berjudul Kota Yogyakarta Tempo Doeloe : Sejarah Sosial 1880 – 1930 dijelaskan mengenai penggambaran kehidupan masyarakat Kauman setiap hari. Di malam hari selalu terdengar orang – orang yang membaca ayat – ayat suci Al Qur’an. Anak – anak kecil juga berkumpul untuk mendapatkan pelajaran agama. Setiap menjelang Maghrib, banyak masyarakat yang berduyun – duyun dating ke masjid untuk menunaikan salat berjamaah.
Sekarang ini walaupun sudah banyak terjadi perubahan di Kauman, tetapi mereka masih tetap memegang teguh ke-Islam-annya. Sebagai contoh, bagi orang yang akan tinggal di Kauman diharuskan beragama Islam. Selain itu, dengan adanya reformasi Islam yang dipelopori oleh Muhammadiyah mampu mengubah pikiran masyarakat Kauman agar menyeimbangkan kehidupan di dunia dan akherat. Mereka juga mampu menyetarakan status wanita dan pria. Masyarakat kauman juga masih melaksanakan kewajiban – kewajiban agama Islam seperti dulu, tetapi hanya saja mereka sudah menghilangkan segala sesuatu yang berdasarkan mistik dan yang bersifat kejawen.
Eightball Rizalldin
Eightball Rizalldin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar