“Tuhan, berikanlah aku kebesaran jiwa untuk menerima hal-hal yang tidak dapat kuubah, keberanian untuk mengubah hal-hal yang dapat kuubah, dan kebijaksanaan untuk membedakan keduanya.”- Reinhold Neibuhr -
Sewaktu naik pesawat dari Jakarta ke Medan, aku
membaca sebuah artikel menarik di Lion
Air Magazine, judulnya “Rahasia untuk Mengubah Dunia” penulis Jemy C.O
(kalau aku tidak salah). Dalam artikel tersebut mengutip sebuah petuah bijak
yang dipahat di atas sebuah makan di Westminster Abbey, Inggris dengan catatan
tahun 1100 Masehi.
google.com |
Ketika aku masih muda
dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin mengubah dunia. Seiring dengan bertambahnya
usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah. Maka cita-cita
itu pun agak kupersempit, lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku. Namun,
tampaknya hasrat itu pun tiada hasilnya. Ketika usiaku semakin senja, dengan
semangatku yang masih tersisa kuputuskan untuk mengubah keluargaku, orang-orang
yang paling dekat denganku. Tetapi celakanya mereka pun tidak mau diubah! Dan,
kini sementara aku berbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba kusadari andaikan
yang pertama-tama kuubah adalah adalah diriku, maka dengan menjadikaan diriku
sebaai panutan, mungkin aku bisa mengubah keluargaku. Lalu berkat inspirasi dan
dorongan mereka, bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negeriku, kemudian siapa
tahu aku bahkan bisa mengubah dunia!
Setiap orang memiliki mimpi mengubah dunia atau
setidaknya Indonesia yang lebih bersih dari korupsi, tetapi hanya beberapa di
antaranya yang mengetahui cara untuk menggapai mimpi-mimpi tersebut. Wajar saja
jika mimpi mereka yang digantungkan di langit selamanya tetap menjadi penghias
malam. Tidak ada satu pun orang, termasuk pemilik mimpi itu yang meraihnya,
malah justru meninggalkannya. Mereka punya cukup semangat untuk mengejar mimpi
mereka. Hanya saja, semangat yang begitu besar habis terbuang sia-sia dengan
jalan yang mengantarkan mereka semakin jauh dari mimpi-mimpi perubahan tersebut.
Mereka tidak tahu darimana dan bagaimana cara memulai perubahan. Hingga
akhirnya, ketika usia sudah sampai di batas akhir, kesadaran tentang jalan yang
benar menuju mimpi mereka baru terpikirkan. Yah, hanya penyesalan yang bisa
mereka lakukan.
Dalam artikel tersebut diberikan sebuah contoh kasus
sederhana. Pada saat berbincang-bincang dengan teman atau rekan kerja, di antara
beberapa topik di bawah ini, mana yang paling menarik untuk kalian bahas?
1. Situasi perekonomian dunia yang
dipicu oleh tidak menentunya harga minyak bumi..
2 2. Iklim politik di tanah air dan
perikiraan pemenang pemilu tahun ini.
3. Kemacetan yang terus meningkat.
4. Kondisi persaingan bisnis di
industri tempat kerja kalian.
5. Kebijakan manajemen puncak di tempat
kerja atau manajemen kampus yang berubah.
6. Menumpuknya pekerjaan atau tugas
kuliah kalian akhir-akhir ini.
Dari hasil survey yang dilakukan penulisnya
(Jimmy), 1-5 adalah topik yang paling diminati dan paling sering dibicarakan
oleh banyak orang dari berbagai kalangan, termasuk tukang becak atau pun tukang
parkir. Sedikit sekali yang membicakan topik 6. Jika pun ada yang membicarakan
topik 6, hanya sedikit yang menuliskan dalam rencana kerja yang jelas dan
rinci, dan lebih sedikit sekali yang mengerjakannya.
Setiap orang pada dasarnya punya tiga lingkaran
dengan pusat yang sama dalam kaitannya dengan perubahan. Lingkaran yang paling
luar adalah lingkaran pengamatan (circle
of attention). Pada lingkaran ini kita hanya bisa jadi penonton. Kita
praktis tidak memiliki kekuatan untuk melakukan apa-apa selain menerima apa
yang terjadi.
Jika diambil contoh dari topik-topik di atas,
topik 1-3 berada pada lingkaran pengamatan, kecuali orang yang memiliki
kekuatan atau kekuasaan yang cukup besar untuk mempengaruhi situasi-situasi
tersebut. Atau, orang yang menjadi pelaku langsung dalam peristiwa tersebut
sehingga ia memiliki pengaruh terhadap apa yang terjadi. Di luar dari itu, yang
bisa dilakukan hanya mengamati dan berdoa.
Lingkaran
yang kedua adalah lingkaran perhatian (circle
of concern). Pada lingkaran ini, kita menjadi pemeran figuran. Kita bisa
berinteraksi dengan pemeran utama atau pemeran pembantu tetapi kita tidak bisa
berbuat banyak selain memberikan dukungan berupa upaya dan mungkin dana. Topik 4-5
berada pada lingkaran perhatian ini. Kecuali, tentu saja, kita adalah penguasa
bisnis, ketua, kordinator, atau penguasa puncak dari perusahaan atau kegiatan
yang sedang kita jalankan.
Lingkaran
ketiga sekaligus lingkaran paling dalam adalah lingkaran pengaruh (circle of influence). Dalam lingkaran
ini kita menjadi pemeran utama, kita lah pemegang pengaruh terbesar untuk
membuat perubahan. Topik nomor 6 masuk dalam lingkaran ini. Lingkaran ini emang
terlihat kecil pada awalnya. Namun, jika digarap dengan baik dan
sungguh-sungguh, lingkaran ini akan membesar sehingga apa yang tadinya berada
pada lingkaran perhatian dan lingkaran pengamatan bisa masuk ke dalam lingkaran
pengaruh tersebut. Atau, apa yang selama ini menjadi pembicaraan kita tanpa
punya upaya untuk mengubahnya, bisa kita ubah. Kita menjadi pemeran utama dan
terlibat di dalamnya.
Untuk lebih
memudahkan pemahaman tentang teori di atas, ada cerita menarik yang dituliskan
dalam artikel tersebut tentang seorang Vice
President distribusi ayam se-sumatera. Ia adalah Pak Agus. Awalnya ia hanya
seorang salesman dalam perusahan
tersebut. Ia melakukan sebuah perubahan dari lingkaran pengaruhnya, yaitu
mencatat stock ayam yang tersedia di
setiap peternakan meskipun tidak dipetintahkan oleh atasannya. Selain itu, pak
Agus juga membangun hubungan baik dengan para peternak tersebut, padahal dalam
hal ini ia adalah costumers mereka.
Komitmen
pak Agus untuk mengubah apa yang ada dalam lingkaran pengaruhnya telah
memberinya kesempatan untuk mengubah apa yang ada dalam lingkaran perhatiannya.
Suatu
ketika, perusahaan tersebut membutuhkan supply
besar dalam waktu singkat. Para salesman
yang lain langsung panik dan menyatakan tidak sanggup memenuhi permintaan
tersebut. Sebaliknya, Pak Agus menyanggupi upaya tersebut. Berbekal catatan
tentang ketersediaan ayam yang ada di hampir setiap peternakan dan hubungan
baik dengan pemilik ternak, membuatnya mudah untuk menyelesaikan tantangan
tersebut. Setelah itu, berbagai trobosan-trobosan luar biasa sering dilakukan
pak Agus hingga akhirnya banyak orang yang mengakui kemampuan dan kegigihan pak
Agus. Ia kemudian diangkat menjadi General
Manager termuda, dan kemudian menjadi Vice
President di perusahaan tersebut.
Dengan
posisinya sekarang, apa yang dulu berada dalam lingkaran perhatian dan
lingkaran pengamatan pak Agus, telah berada di dalam lingkaran pengaruhnya. Ia
menjadi pemeran utama dalam setiap keputusan dan kebijakan yang ada dalam
perusahaan tersebut.
Reinhold Neibuhr (google.com) |
Memang
tidak mudah untuk menjadikan apa yang ada di dalam lingkaran pengamatan dan
perhatian menjadi di dalam lingkaran pengaruh kita. Jangankan mengubah,
terkadang untuk membedakan apa yang berada di lingkaran perhatian, pengamatan
dan pengaruh pun sulit, tidak banyak yang bisa membedakannya. Dibutuhkan
keberanian, kebesaran jiwa dan kebijaksanaan seperti dalam doa yang dipanjatkan
oleh Reinhold Nieburh pada tahun 1926. Dia berdoa, “Tuhan, berikanlah aku
kebesaran jiwa untuk menerima hal-hal yang tidak dapat kuubah, keberanian untuk
mengubah hal-hal yang dapat kuubah, dan kebijaksanaan untuk membedakan
keduanya.” Atau seperti dalam doa, “Allahumma
arinal haqqo-haqqo warju’nattiba’a wa arinal bathila-bathila warju’natinaba”
(Ya Allah, tunjukilah kepadaku yang benar itu benar dan yang salah itu salah.)
Ada saat
dimana kita tidak bisa mengubah sesuatu tetapi kita tidak bisa menerima
kenyataan tersebut. Pada kesempatan lain, kita sebenarnya bisa melakukan
perubahan tetapi kita tidak memiliki cukup keberanian untuk memulainya. Namun,
sering kali kita kehilangan pijakan pada saat harus membedakan mana yang bisa
kita ubah dan mana yang belum saatnya kita ubah.
Semoga kita
memiliki kebijaksanaan ini untuk mengubah dunia, atau mengubah Indonesia ke
arah yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar