google.com |
Di kampungku,
film fiksi epik sejarah seperti Raden Kian Santang, Gadjah Mada, dan film-film
lainnya masih banyak diminati, terutama di kalangan orang tua dan anak-anak.
Mereka terlihat cukup menikmati, sama seperti ketika dulu aku begitu menikmati
menonton serial Angling Dharma, Tutur Tinular, dan Misteri Gunung Merapi.
Kisah-kisah epik yang mengambil seting sejarah terkadang sangat memaksakan dan
menjadi tidak masuk akal. Hal yang cukup menonjol adalah adanya salah satu
pemeran wanita yang mengenakan jilbab. Film itu kan mengambil setting sejarah,
kenapa ada yang mengenakan jilbab dengan style jaman sekarang? Ini mencemarkan
citra sejarah yang berusaha dibangun dalam film tersebut, walaupun sebenarnya
sudah sangat kacau tanpa adanya pemeran berjilbab tersebut.
Para
pemeran dalam film film tersebut juga terlihat sekali dipaksakan, berusaha
dibuat kaku agar terlihat memiliki karakter tertentu. Malah hasilnya membuat
karakter tokoh tersebut terlihat kaku dan buyar.
Ah, aku
tidak bisa mengkritik lebih banyak karena sejujurnya aku tidak pernah menonton
secara penuh, hanya sekilas-kilas saja.
Ah, biarlah. Setidaksuka apapun kita kepada film-film seperti itu, di belahan daerah lain, banyak orang yang masih sangat menikmatinya. Entah sebagai hiburan atau dongeng sejarah masa kecil dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar