Kamis, 09 Januari 2014

Paret #11 : Virus Pare (bagian 3)


Aku sempat sakit waktu itu. Maagku kumat. Awalnya aku kira diare, karena memang beberapa hari awalnya aku mencret. Perutku melilit, mules, lemes, bahkan sempat satu hari itu badanku panas. Satu hari aku tidak masuk program. Shey sms menanyakan kabarku. Mungkin dia tau kalau aku tidak masuk kelas study club. Aku jawab kalau aku sedang sakit, diare. Kemudian dia memberi perhatian dengan mengingatkan untuk banyak minum air putih, makan tepat waktu, istirahat yang cukup, minum obat, dan sebagainya.

“Piye perasaanmu nek diperhatekno karo wong sing tok senengi?” kata salah satu twit di time line-ku. Kebetulan sama. Kata-kata ‘piye perasaanmu’ ini seperti lagi populer beberapa hari ini.

Yak, gimana perasaanmu kalau kamu dapet perhatian dari orang yang beberapa hari ini mengisi pikiranmu? Apa ini pertanda ‘FTV’ syuting di Pare dan kami menjadi pemeran utamanya? Ah, tidak sampai segitunya sih. Aku akui sempat ‘GR’ memang mendapat perhatian seperti itu. Tetapi setelahnya aku baru tahu kalau aku terlalu menganggap perhatiannya mengandung makna lebih setelah aku mengajaknya makan.

Waktu Shey sms sudah jam empat lebih. Aku kira dia tidak ikut study club, sore itu aku mengajaknya makan. Aku menyalahkan sinyal IM* yang mengacaukan komunikasih kami di sana. Aku mengirim dua pesan yang berisi ajakan makan dan yang kedua memberitahu dia kalau aku sudah menunggu di depan campnya. Beberapa kali aku cek, belom ada laporan pengiriman pesan, padahal sudah hampir setengah jam aku menunggu di depan campnya. Mau nelpon pulsa nggak cukup. Akhirnya,  45 menit sejak aku duduk di depan campnya, balasan smsnya baru datang. Dia masih di Warung Batoek, nemeni temennya makan mie. Sebelum pulang dia akan ke apotik dan counter pulsa dulu. Okelah, akan aku tunggu, kataku dalam pesan balasan.

google.com

Entah dimana apotik yang ia tuju, atau counter pulsa yang ia datangi. Hampir lebih dari setengah jam aku sudah menunggu dan dia belum juga datang. Masjid di ujung gang Mahesa Institute sudah mulai terang. Terlihat takmir sudah mulai bersiap untuk melakukan adzan. Coklat panas yang aku pesan di depan camp Shey juga sudah mulai dingin. Isinya tidak sampai separoh cup lagi. Tidak bisa kupungkiri aku sedikit kesal dengan sikapnya. Apa dia tidak sadar jika sedang ditunggu?

Hpku bergerat. Sms masuk, dari Shey. Dia tanya dimana aku. Aku jawab kalau aku masih berada di depan campnya. Tidak lama kemudian dia muncul dengan sepedanya. Kemudian ia mengajakku ke warung makan yang tak jauh dari campnya. Oya, dia pernah bilang ada aturan di campnya untuk tidak membawa cowok, karena dulu pernah ada member yang datang dan membawa teman cowoknya ke camp kemudian diminta pindah dari oleh penjaga camp.

Aku memesan makan. Shey hanya menemani, dia sudah makan katanya. Shey mengeluarkan sebuah plastik kresek hitam dan memberikannya kepadaku. “Nih, diminum ya obatnya. Semoga cepet sembuh,” katanya. Aku tersenyum, kemudian mengucapkan terima kasih. Ini bentuk lain dari perhatiannya hari ini.

Menjelang jam enam sore, aku mempersilakan Shey pulang dulu. Dia bilang ada pelajaran di camp setelah magrib. Dia juga belum mandi, pengen mandi dulu, gerah katanya. Tak apalah, walaupun hanya kurang dari 15 menit bertemu, hanya seperempat dari lama waktuku menunggu, tidak jadi masalah. Aku juga tidak bisa memaksanya untuk tetap di sini hanya menungguku makan.

Entah kenapa selerahku makan sore itu menghilang. Nasi dengan lauk ayam masih cukup banyak, tapi tidak ada lagi selera untuk menghabiskannya. Aku tinggal saja, kemudian pulang.

Kesalku masih menggantung. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman