Aku sempat
sakit waktu itu. Maagku kumat. Awalnya aku kira diare, karena memang beberapa
hari awalnya aku mencret. Perutku melilit, mules, lemes, bahkan sempat satu
hari itu badanku panas. Satu hari aku tidak masuk program. Shey sms menanyakan
kabarku. Mungkin dia tau kalau aku tidak masuk kelas study club. Aku jawab kalau aku sedang sakit, diare. Kemudian dia
memberi perhatian dengan mengingatkan untuk banyak minum air putih, makan tepat
waktu, istirahat yang cukup, minum obat, dan sebagainya.
“Piye perasaanmu nek diperhatekno karo wong
sing tok senengi?” kata
salah satu twit di time line-ku.
Kebetulan sama. Kata-kata ‘piye
perasaanmu’ ini seperti lagi populer beberapa hari ini.
Yak, gimana
perasaanmu kalau kamu dapet perhatian dari orang yang beberapa hari ini mengisi
pikiranmu? Apa ini pertanda ‘FTV’ syuting di Pare dan kami menjadi pemeran
utamanya? Ah, tidak sampai segitunya sih. Aku akui sempat ‘GR’ memang mendapat
perhatian seperti itu. Tetapi setelahnya aku baru tahu kalau aku terlalu
menganggap perhatiannya mengandung makna lebih setelah aku mengajaknya makan.
Waktu Shey
sms sudah jam empat lebih. Aku kira dia tidak ikut study club, sore itu aku mengajaknya makan. Aku menyalahkan sinyal
IM* yang mengacaukan komunikasih kami di sana. Aku mengirim dua pesan yang
berisi ajakan makan dan yang kedua memberitahu dia kalau aku sudah menunggu di
depan campnya. Beberapa kali aku cek, belom ada laporan pengiriman pesan,
padahal sudah hampir setengah jam aku menunggu di depan campnya. Mau nelpon pulsa nggak cukup. Akhirnya, 45 menit sejak aku duduk di depan campnya,
balasan smsnya baru datang. Dia masih di Warung Batoek, nemeni temennya makan
mie. Sebelum pulang dia akan ke apotik dan counter
pulsa dulu. Okelah, akan aku tunggu, kataku dalam pesan balasan.
google.com |
Entah
dimana apotik yang ia tuju, atau counter
pulsa yang ia datangi. Hampir lebih dari setengah jam aku sudah menunggu dan
dia belum juga datang. Masjid di ujung gang Mahesa Institute sudah mulai
terang. Terlihat takmir sudah mulai bersiap untuk melakukan adzan. Coklat panas
yang aku pesan di depan camp Shey juga sudah mulai dingin. Isinya tidak sampai
separoh cup lagi. Tidak bisa kupungkiri aku sedikit kesal dengan sikapnya. Apa
dia tidak sadar jika sedang ditunggu?
Hpku
bergerat. Sms masuk, dari Shey. Dia tanya dimana aku. Aku jawab kalau aku masih
berada di depan campnya. Tidak lama kemudian dia muncul dengan sepedanya. Kemudian
ia mengajakku ke warung makan yang tak jauh dari campnya. Oya, dia pernah bilang ada aturan di campnya untuk tidak membawa cowok, karena dulu pernah ada member
yang datang dan membawa teman cowoknya ke camp
kemudian diminta pindah dari oleh penjaga camp.
Aku memesan
makan. Shey hanya menemani, dia sudah makan katanya. Shey mengeluarkan sebuah
plastik kresek hitam dan memberikannya kepadaku. “Nih, diminum ya obatnya.
Semoga cepet sembuh,” katanya. Aku tersenyum, kemudian mengucapkan terima
kasih. Ini bentuk lain dari perhatiannya hari ini.
Menjelang
jam enam sore, aku mempersilakan Shey pulang dulu. Dia bilang ada pelajaran di
camp setelah magrib. Dia juga belum mandi, pengen mandi dulu, gerah katanya.
Tak apalah, walaupun hanya kurang dari 15 menit bertemu, hanya seperempat dari
lama waktuku menunggu, tidak jadi masalah. Aku juga tidak bisa memaksanya untuk
tetap di sini hanya menungguku makan.
Entah
kenapa selerahku makan sore itu menghilang. Nasi dengan lauk ayam masih cukup
banyak, tapi tidak ada lagi selera untuk menghabiskannya. Aku tinggal saja,
kemudian pulang.
Kesalku
masih menggantung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar