Kamis, 02 Januari 2014

Pare #6 : Ke(me)lud di Tengah Hujan


dari atas ke bawah :Guna, Irin, Oliv, Nunu, Ika, Shalahudin,
Ardi, Tony, Panji, dan ..
(lupa nih namanya sapa)
Setelah nggak jadi balik ke Jogja, aku sms Ogut tentang rencananya ke gunung Kelud. Kemarin sewaktu renang dia ngajakin. Beruntung aku sms dia pagi-pagi jam enam. Dia baru aja selesai prepare dan mau berangkat. Tanpa mandi, hanya cuci muka dan sikat gigi, aku langsung ikut mereka. Sebenarnya ikutnya aku, bisa dibilang, sedikit merepotkan dan mengacaukan rencana awal mereka. Motor yang sudah mereka sewa untuk berangkat ke gunung Kelud sudah pas, 5 motor dan masing-masing berboncengan. Tapi karena aku ikut, jadi jumlahnya ganjil. Alhasil harus mencari penyewaan motor satu lagi. Beruntung ketika kami menunggu di depan salah satu tempat penyewaan motor, di sana masih ada dua motor yang bisa kami sewa. Aku menyewa satu.


Jalan berliku naik turun 
Sempat ada miskom, salah seorang teman Ogut awalnya sudah menyewa dua motor di tempat lain, membatalkan pesanannya karena mengira jumlah motor yang disewa sudah pas dengan satu motor yang barusan aku sewa. Baru beberapa menit dibatalkan, kemudian dia kembali lagi ke tempat itu untuk menyewa kembali tapi sudah tidak bisa. Dua motornya sudah di sewa orang lain katanya. Saat itu sudah jam delapan lebih. Padahal mereka janjian kumpul jam 6 dan berangkat sekitar satu jam setelahnya. Guna dan Oliv berkeliling di sekitar desa Tulungrejo untuk mencari satu motor lagi. Sementara kami menunggu mereka seraya sarapan di warung makan. Kami selesai makan, mereka berdua kembali dengan membawa satu motor tambahan.


Gunung Batu terlihat seperti kepala anjing laut
Rintik hujan grimis yang turun pagi itu dan langit yang menggantung awan mendung tebal sempat membuat kami sedikit down. Mudah-mudahan hujan tidak mengurangi kenikmatan perjalanan hari ini. Dan, semoga kami terlindung dari segala musibah dan bisa kembali dengan sehat wal afiat. Amien. 
Setelah membagi pasangan, dan sedikit rencana perjalanan, kami berangkat. Ika terpaksa harus mengendarai motor sendirian, karena Mr. Salah tidak bisa mengendarai motor, katanya. Di tengah perjalanan hujan semakin deras. Kami sempat berhenti untuk berteduh, tapi akhirnya tetap melanjutkan perjalanan. Kurang dari setengah jam, hujan reda.

Gunung Kelud merupakan gunung berapi yang terletak di Jawa Timur, tepatnya di perbatasan kabupaten Kediri, Blitar, dan kabupaten Malang, kira-kira 27 km sebelah timur kota Kediri. Gunung berapi bertipe stratovulkano dengan ciri letusan eksplosif ini berada di ketinggian 1.731 Mdpl, dan menjadi gunung berapi aktif yang tercatat memiliki rentang letusan 9-25 tahun.

Jalan berliku dengan tepian jurang di kanan kirinya
Kekhasan dari tempat ini adalah adanya danau kawah yang membuat lahar letusan sangat cair dan membahayakan penduduk sekitarnya. Akibat aktivitas tahun 2007 yang memunculkan kubah lava, danau kawah nyaris sirna dan tersisa semacam kubangan air. Puncak-puncak yang ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar masa lalu yang meruntuhkan bagian puncak purba. Dinding di sisi barat daya runtuh terbuka sehingga kompleks kawah membuka ke arah itu. Puncak Kelud adalah yang tertinggi, berposisi agak ke timur laut kawah. Puncak-puncak lainnya adalah Puncak Gajah Mungkur di sisi barat dan puncak Sumbing di sisi selatan.

Batu peresmian oleh Bupati Kediri  
Kurang lebih satu setengah jam perjalanan dengan sepeda motor dari Pare, kami sampai di pintu masuk objek wisata Gunung Kelud. Ada kejadian unik di sini. Selesai membayar biaya retribusi masuk, Mr. Salah turun dari motor. Entah untuk apa alasannya, aku tidak tahu. Kebetulan aku sudah lebih dulu jalan di depan. Kemudian Toni, teman yang membonceng Mr. Salah, tiba-tiba langsung pergi meninggalkan Mr. Salah di pos retribusi. Untuk Guna masih ada di belakang sehingga Toni masih bisa dipanggil sebelum jauh. Toni bilang karena jalan tanjakan dia tidak tahu kalau Mr. Salah belum naik.

Setelah pos retribusi, jalanan terus menanjak. Motor yang kami sewa ternyata tidak kuat menanjak. Sangat merepotkan sekali. Dengan susah payah dan harus berganti motor dan pasangan, akhirnya kami tiba di puncak gunung Kelud. Ini yang kami sebut keberuntungan. Sekitar 20 menit setelah kami tiba dan memesan makanan di warung-warung makan yang banyak tersebar di sekitar parkiran, hujan turun dengan cukup deras. Sambil menunggu hujan reda, kami memesan beberapa makanan dan minuman hangat.
Kondisi di dalam terowongan

Sudah hampir dua jam hujan tidak menunjukkan tanda-tanda akan reda. Kami memutuskan untuk membelah hujan dan menikmati semua pemandangan alam yang ada di tempat ini. Mantol hujan lima ribuan yang kami beli di lokasi menjadi andalan kami untuk mengunjungi beberapa tempat favorit di sini. Kebetulan aku membawa mantol sendiri dari Jogja, jadi tidak perlu membeli lagi. Setelah shalat dzuhur, tujuan kami adalah puncak dan sumur belerang.

anak tangga menuju ke puncak gardu pandang
pintu masuk trowongan



Jalan menuju ke puncak melewati sebuah terowongan sepanjang kurang lebih 50 meter. Terowongan ini cukup gelap. Hanya ada beberapa lampu neon kuning yang menerangi di beberapa tempat. Keluar dari terowongan, terdapat jalinan anak tangga yang tersusun rapi hingga ke puncak. Jika dilihat dari bawah, anak tangga tersebut terlihat seperti tembok besar berwarna merah yang melilit gunung. Di belakangnya, sebuah gunung batu seperti raksasa berdiri kokoh berselimut mendung. Pemandangan yang tidak kalah menakjubkan terlihat ketika kami sampai di 50 hingga 100 anak tangga 

pertama. Lekukan besar seperti tembok raksasa yang melindungi sebuah kubah lava yang mengepulkan asap vulkanik karena terguyur air hujan. Di dinding-dinding tersebut, beberapa aliran air dari tebing-tebing di sekitaran gunung yang jatuh terlihat seperti air terjun yang menghias dinding yang penuh dengan warna hijau kebiruan.

kubah Lava 

Tiba di puncak pemandangan yang disajikan tidak kalah indahnya. Hamparan bukit dan lembah berselimut kabut putih tipis membentang luas sejauh mata memandang. pemandangan yang disajikan gunung Kelud di saat hujan tidak kalah indahnya dengan saat hari cerah. Kabut tipis yang menutupi hamparan bukit hijau memberi kesan misterius sekaligus kedamaian. Kepulan asap tipis yang muncul dari bukit vulkanonya juga hanya bisa disaksikan ketika hujan. Begitu juga dengan aliran-aliran air dari tebing-tebing di sekitar gunung. Ini pemandangan yang sangat menakjubkan sekali.

Setelah puas berfoto dan menikmati pemandangan di puncak, kami turun dan melanjutkan ke tempat selanjutnya, sumur kawah belerang. Tapi sayang, pengunjung hanya bisa menikmati sampai di tengah jalan saja. Jalan yang menuju ke sumur kawah ditutup untuk umum. Hal itu dilakukan untuk melindungi pengunjung dari racun yang sewaktu-waktu muncul dari sumur kawah. Dengan sedikit perasaan kecewa karena tidak bisa langsung turun ke bawah, kami kembali ke atas dan bersiap untuk pulang. Pakaian kami sudah basah semua.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman