![]() |
google.com |
“Tidak ada paksaan untuk mencintaiku, tidak juga ada larangan untukmu meninggalkanku. Aku memang tidak bisa memberi kepastian apa-apa. Dan setiap orang berhak mendapat kepastian, termasuk kamu,” ujarnya.
Hujan lagi.
ada waktu yang berselang di sini. Aku ingin bercerita tentang sebuah kisah
cinta yang belum pernah terjadi di dunia ini. Kisah cinta biasa sebenarnya,
tidak ada yang istimewa, mungkin kisahmu lebih istimewa dari kisah ini. Ini
bukan kisahku. Aku di sini bukanlah aku. Kamu bisa melekatkan ia pada siapapun.
Baiklah,
aku mulai saja.
Aku bertemu
dengannya lima tahun lalu di Jogja. Aku dan dia kuliah di fakultas yang sama,
tetapi kami tidak pernah satu kelas. Dua hari yang lalu kami melangsungkan
pernikahan. Mencintainya, begitu juga dengannya. Yang aku tau, akulah yang
pertama kali mencintainya sejak dua atau tiga tahun lalu. Dia belum tau jika
aku mencintainya. Aku tidak pernah mengatakan, dia juga tidak pernah bertanya.
Pun kami jarang bertemu sapa, hanya sesekali saja berkabar. Tetapi kami
berhubungan baik.
Kamu pasti
tau jika mencintai seseorang, akan ada ujian untuk menguji kualitas atau
seberapa besar cintamu itu. Untukku, jarak adalah ujian yang harus aku hadapi.
Dia berada di luar negeri untuk waktu yang cukup lama. Tiga tahun sejak aku
memutuskan untuk mencintainya, aku diharuskan untuk menyelesaikan ujian itu.
Yang harus aku lakukan hanyalah menunggunya. Tidak ada keharusan selain itu.
Aku bisa melakukan apa saja, termasuk berhenti menunggu atau mencintai orang
lain. Aku menerimanya. Aku pikir, apalah susahnya menuggu.
Aku menceritakan
kepada sahabatku bahwa aku mencintai seseorang. Sahabatku merasa senang dan
mendukungku. Namun, setelah kuceritakan semuanya, dia sedikit shock.
“Gila!”
serunya. “Jadi, kamu nggak tau perasaan dia? Gak tau apa dia sudah punya calon
atau belum? Dan, kamu memutuskan untuk menunggu dia selama tiga tahun tanpa
kepastian?” tanyanya dengan ekspresi tidak percaya. Aku hanya tersenyum
mengiyakan. Itu sebulan sejak aku memutuskan untuk mencintainya. “Sorry men,
bukannya meragukan, tapi kalau memang akhirnya nanti kamu bisa nikah sama dia,
gua acungin jempol kuda! Hahaha,” lanjutnya seraya tertawa.
Ini memang
gila. Siapa yang bisa menunggu tanpa kepastian? Sebagian orang pasti
meninggalkan ketidakpastian dan mengambil yang pasti-pasti aja? Yap, itu yang
aku ambil kemudian. Empat bulan sejak kuputuskan untuk mencintainya, aku
bertemu dengan seorang cewek yang menyukaiku. Namanya Ana. Aku tau itu karena
dia mengatakannya. Ana itu dua tahun lebih muda dariku. Akhirnya kami pacaran
setelah beberapa hari aku galau dengan sikapku sendiri. Di satu sisi aku ingin
tetap menjaga cintaku untuknya, di sisi lain aku seperti orang pada umumnya
yang lebih mementingkan kepastian daripada ketidakpastian. Aku sempat bertanya
ke beberapa orang, dan aku tau mereka yang aku tanyai adalah orang-orang umum
karena mengiyakan pendapat kedua.
Suatu malam
sebelum aku putuskan untuk menjalin hubungan dengan Ana, ia datang dalam
pikiranku. Ia bilang, “Tidak ada paksaan untuk mencintaiku, tidak juga ada
larangan untukmu meninggalkanku. Aku memang tidak bisa memberi kepastian
apa-apa. Dan setiap orang berhak mendapat kepastian, termasuk kamu.” Hanya itu
yang ia katakan.
Aku sempat
berpikir heroik. Menjadi sosok pecinta sejati seperti dalam film-film drama
atau novel cinta dengan menjaga hati untuk satu orang yang dicintai meski tanpa
kepastian sedikit pun. Mungkin ini yang dimaksud pengorbanan.
Tetapi aku
bukanlah sosok pecinta sejati, karena dua hari setelahnya ketika menjemput Ana
di stasiun, aku menyatakan permintaanku untuk menjadi pacarnya. Dan, ia
menerimaku. Namun, hubunganku dengannya tidak berjalan lama. Dua bulan setelah
itu kami putus. Selama dua bulan itu hubungan kami tidak bisa dikatakan
baik-baik saja.
Aku sempat
menyukai cewek lain setelah beberapa bulan putus dari Ana, tetapi hanya
berjalan dua minggu. Hatiku seperti tergerak lagi untuk kembali mencintainya
setelah secara tidak sengaja aku melihatnya di beranda socmedku. Aku ingin lagi
mencintainya seperti beberapa bulan lalu. Tetapi apa masih bisa?
Ia datang
lagi ke dalam pikiranku pada suatu malam, dan mengatakan hal yang sama dengan
waktu itu.
“Tidak ada paksaan untuk mencintaiku, tidak juga ada larangan
untukmu meninggalkanku. Aku memang tidak bisa memberi kepastian apa-apa. Dan
setiap orang berhak mendapat kepastian, termasuk kamu,” ujarnya.
Tidak mudah
untuk berteman dengan ketidakpastian. Tetapi yang kulakukan hanya melakukan apa
yang harus kulakukan tanpa merasa melakukannya. Semua berjalan cepat. Hingga
akhirnya aku bertemu dengannya dan keluarganya.
Kisah ini
berakhir bersamaan dengan hujan yang sudah reda. Tidak ada yang istimewa bukan?
Aku yakin kisah cintamu lebih istimewa dari kisah ini.
13/01/14
:)) sweet, tapi layoutnya bikin susah dibaca..
BalasHapusmas, siluetnya mas tulung :3
BalasHapusbackgroundnya ganggu banget yak? okelah.. tak ganti deh
BalasHapus