Jumat, 20 Desember 2013

Pare #4 : Ngomongin Toleransi


Toleransi: berbeda-beda tetap satu jua
sumber : google.com
Setiap malam Jumat di Camp Saigon ada kegiatan Yasinan yang dilakukan rutin tiap minggunya. Seluruh member Saigon berkumpul di ruang tengah untuk mengaji bersama. Setelah selesai, sambil menikmati hidangan ala kadarnya, biasanya ada sharing atau sekedar diskusi ringan tentang masalah keagamaan. Malam ini, atas pertanyaan salah seorang member, pembahasan tertuju pada kontroversi mengucapkan “Selamat” kepada umat agama lain yang merayakan hari keagamaan mereka.

Ini adalah bulan Desember, tidak lama lagi hari Natal. Setiap tahun masih ada banyak kontroversi tentang hukum bagi umat muslim yang mengucapkan “Selamat” kepada umat agama yang merayakannya. Hal ini biasanya dikaitkan dengan Hablumminannas atau hubungan antar sesama manusia hingga sikap toleransi antar umat beragama. Ada banyak sikap dan pendapat, mulai dari mereka yang menggunakan berbagai dalil untuk menentukan sikap mereka, ada juga yang hanya berdasarkan opini yang didasarkan pada logika akal saja tanpa menggunakan dalil-dalil hukum agama yang telah ada. Dikarenakan saya tidak memiliki pengetahuan yang lebih tentang dalil-dalil agama, jadi saya menulis ini hanya berdasarkan logika akal saja.
Saya mempunyai sebuah cerita yang saya kutip dari status facebook salah seorang teman tahun lalu. Ini menarik menurut saya, karena menceritakan tentang toleransi antar sesama manusia dan sesama umat beragama. Begini ceritanya :

Keluarga Amin merupakan satu-satunya keluarga muslim yang tinggal di sebuah kampung yang sebagian besar diisi oleh keluarga non muslim. Mereka hidup rukun dan saling tolong menolong. Jika tetangganya ada hajatan, pak Amin dan keluarga selalu dengan senang hati membantu, begitu juga sebaliknya. Jika ada tetangga yang kesusahan dan membutuhkan bantuan, Pak Amin tidak pernah ragu untuk memberi bantuan, begitu pula jika mereka membutuhkan bantuan, tetangganya akan bahu membahu membantunya. Mereka hidup rukun bertetangga tanpa memperdulikan status suku dan agama. Ketika idul fitri, para tetangga datang untuk silaturahmi ke kediaman Pak Amin dan keluarga. Namun, Pak Amin tidak datang atau mengucapkan selamat kepada tetangganya ketika mereka merayakan hari besar agama mereka. Hanya diundang saja Pak Amin datang untuk membahagiakan hati tetangganya karena telah mengundangnya. Namuan, di sana pun Pak Amien dan keluarganya tidak mengucapkan selamat. Para tetangganya tidak mempermasalahkan sikap Pak Amin yang tidak mau datang jika tidak diundang dan mengucapkan selamat pada saat hari besar agama mereka. Bahkan mereka sangat menghargai dan menghormati keluarga Pak Amin yang sangat rendah hati, ramah, dan suka menolong siapa saja yang membutuhkan.

Apakah Pak Amin orang yang tidak toleran dengan tetangganya yang notabene non muslim karena tidak mengucapkan selamat saat hari besar keagamaan mereka?

Mari belajar lebih luas memandang suatu permasalahan, dan jengan mempersempit makna suatu hal berdasarkan pengetahuan kita yang terbatas. Toleransi memiliki makna yang luas, tidak hanya selebar daun kelor. Mengucapkan “Selamat” pada saat hari raya keagamaan non muslim bukanlah tolok ukur apakah umat Islam memiliki sikap toleransi terhadap sesama manusia atau tidak. ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan rasa toleransi antar umat beragama, termasuk saling menghargai keputusan dan keyakinan yang dipegang oleh masing-masing agama. Jika umat Islam dianggap tidak memiliki toleransi karena tidak mengucapkan selamat pada saat hari besar keagamaan umat lain, lantas apakah umat agama lain akan marah karena sikap umat Islam tersebut? Jika mereka marah, apakah itu sebuah bentuk toleransi?

Saya berharap pribahasa, karena nila setitip, rusak susu sebelanga, berlaku dalam hal ini. Rasa solidaritas, tolong menolong, saling membantu yang telah lama dibangun dalam kehidupan sosial antar umar beragam hancur hanya karena umat Muslim tidak mengucapkan “Selamat” pada saat hari besar keagamaan umat lain. Masih ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan sikap toleransi antar umat beragama.

Jadi, apa hukumnya jika umat muslim mengucapkan “Selamat” kepada umat agama lain pada saat perayaan hari besar mereka? Maaf saya tidak tahu. Emm…. Lebih tepatnya tidak berani memutuskan atau memberi hukum untuk masalah ini, saya tidak memiliki kapabilitas dibidang ini. Saya tidak bisa memberi hukum halal-haram untuk mengucapkan Selamat, atau kafir atau tidak bagi mereka yang telah mengucapkan selamat hanya berdasarkan buku yang saya baca atau sepenggal informasi yang saya dengar. Menurut saya, memutuskan suatu hukum tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu banyak kajian untuk dapat menetapkan suatu hukum.

Mungkin cara saya bisa dilakukan jika merasa tidak enak hati karena tidak memberikan "Selamat" kepada kerabat yang berbeda keyakinan yang merayakan hari besar agama mereka. Kamu bisa saja munghubunginya, dan meminta maaf karena tidak bisa mengucapkan selamat. Kamu bisa menjelaskan kalau ini berkaitan dengan masalah keyakinan. Jika memang tujuannya adalah toleransi, pasti kerabatmu bisa memahami itu

Masing-masing kita bisa menentukan sendiri apa sikap yang akan kita ambil untuk kasus ini. Lakukan apa yang kita yakini benar, jangan hanya taqlid buta atau manut bebek tanpa tau alasannya.



20 12 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman