![]() |
Toleransi: berbeda-beda tetap satu jua sumber : google.com |
Setiap
malam Jumat di Camp Saigon ada kegiatan Yasinan yang dilakukan rutin tiap
minggunya. Seluruh member Saigon berkumpul di ruang tengah untuk mengaji
bersama. Setelah selesai, sambil menikmati hidangan ala kadarnya, biasanya ada
sharing atau sekedar diskusi ringan tentang masalah keagamaan. Malam ini, atas
pertanyaan salah seorang member, pembahasan tertuju pada kontroversi
mengucapkan “Selamat” kepada umat agama lain yang merayakan hari keagamaan
mereka.
Ini adalah
bulan Desember, tidak lama lagi hari Natal. Setiap tahun masih ada banyak
kontroversi tentang hukum bagi umat muslim yang mengucapkan “Selamat” kepada
umat agama yang merayakannya. Hal ini biasanya dikaitkan dengan Hablumminannas atau hubungan antar
sesama manusia hingga sikap toleransi antar umat beragama. Ada banyak sikap dan
pendapat, mulai dari mereka yang menggunakan berbagai dalil untuk menentukan
sikap mereka, ada juga yang hanya berdasarkan opini yang didasarkan pada logika
akal saja tanpa menggunakan dalil-dalil hukum agama yang telah ada. Dikarenakan
saya tidak memiliki pengetahuan yang lebih tentang dalil-dalil agama, jadi saya
menulis ini hanya berdasarkan logika akal saja.
Saya
mempunyai sebuah cerita yang saya kutip dari status facebook salah seorang teman tahun lalu. Ini menarik menurut saya,
karena menceritakan tentang toleransi antar sesama manusia dan sesama umat
beragama. Begini ceritanya :
Keluarga Amin merupakan satu-satunya keluarga muslim yang tinggal di
sebuah kampung yang sebagian besar diisi oleh keluarga non muslim. Mereka hidup
rukun dan saling tolong menolong. Jika tetangganya ada hajatan, pak Amin dan
keluarga selalu dengan senang hati membantu, begitu juga sebaliknya. Jika ada
tetangga yang kesusahan dan membutuhkan bantuan, Pak Amin tidak pernah ragu
untuk memberi bantuan, begitu pula jika mereka membutuhkan bantuan, tetangganya
akan bahu membahu membantunya. Mereka hidup rukun bertetangga tanpa
memperdulikan status suku dan agama. Ketika idul fitri, para tetangga datang
untuk silaturahmi ke kediaman Pak Amin dan keluarga. Namun, Pak Amin tidak
datang atau mengucapkan selamat kepada tetangganya ketika mereka merayakan hari
besar agama mereka. Hanya diundang saja Pak Amin datang untuk membahagiakan
hati tetangganya karena telah mengundangnya. Namuan, di sana pun Pak Amien dan
keluarganya tidak mengucapkan selamat. Para tetangganya tidak mempermasalahkan
sikap Pak Amin yang tidak mau datang jika tidak diundang dan mengucapkan
selamat pada saat hari besar agama mereka. Bahkan mereka sangat menghargai dan
menghormati keluarga Pak Amin yang sangat rendah hati, ramah, dan suka menolong
siapa saja yang membutuhkan.
Apakah Pak
Amin orang yang tidak toleran dengan tetangganya yang notabene non muslim
karena tidak mengucapkan selamat saat hari besar keagamaan mereka?
Mari belajar
lebih luas memandang suatu permasalahan, dan jengan mempersempit makna suatu
hal berdasarkan pengetahuan kita yang terbatas. Toleransi memiliki makna yang
luas, tidak hanya selebar daun kelor. Mengucapkan “Selamat” pada saat hari raya
keagamaan non muslim bukanlah tolok ukur apakah umat Islam memiliki sikap
toleransi terhadap sesama manusia atau tidak. ada banyak hal yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan rasa toleransi antar umat beragama, termasuk
saling menghargai keputusan dan keyakinan yang dipegang oleh masing-masing
agama. Jika umat Islam dianggap tidak memiliki toleransi karena tidak
mengucapkan selamat pada saat hari besar keagamaan umat lain, lantas apakah
umat agama lain akan marah karena sikap umat Islam tersebut? Jika mereka marah,
apakah itu sebuah bentuk toleransi?
Saya
berharap pribahasa, karena nila setitip,
rusak susu sebelanga, berlaku dalam hal ini. Rasa solidaritas, tolong
menolong, saling membantu yang telah lama dibangun dalam kehidupan sosial antar
umar beragam hancur hanya karena umat Muslim tidak mengucapkan “Selamat” pada
saat hari besar keagamaan umat lain. Masih ada banyak hal yang bisa dilakukan
untuk meningkatkan sikap toleransi antar umat beragama.
Jadi, apa
hukumnya jika umat muslim mengucapkan “Selamat” kepada umat agama lain pada
saat perayaan hari besar mereka? Maaf saya tidak tahu. Emm…. Lebih tepatnya
tidak berani memutuskan atau memberi hukum untuk masalah ini, saya tidak
memiliki kapabilitas dibidang ini. Saya tidak bisa memberi hukum halal-haram
untuk mengucapkan Selamat, atau kafir atau tidak bagi mereka yang telah
mengucapkan selamat hanya berdasarkan buku yang saya baca atau sepenggal
informasi yang saya dengar. Menurut saya, memutuskan suatu hukum tidak semudah
membalikkan telapak tangan, perlu banyak kajian untuk dapat menetapkan suatu
hukum.
Mungkin
cara saya bisa dilakukan jika merasa tidak enak hati karena tidak memberikan
"Selamat" kepada kerabat yang berbeda keyakinan yang merayakan hari
besar agama mereka. Kamu bisa saja munghubunginya, dan meminta maaf karena
tidak bisa mengucapkan selamat. Kamu bisa menjelaskan kalau ini berkaitan
dengan masalah keyakinan. Jika memang tujuannya adalah toleransi, pasti
kerabatmu bisa memahami itu.
Masing-masing
kita bisa menentukan sendiri apa sikap yang akan kita ambil untuk kasus ini.
Lakukan apa yang kita yakini benar, jangan hanya taqlid buta atau manut bebek
tanpa tau alasannya.
20 12 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar