Kamis, 19 Januari 2012

Masyarakat Jawa dalam Perspektif Regional, Beberapa Aspek Historis dan Sosiologis


Penelitian yang bersifat regional atau kedaerahan telah banyak dilakukan di daerah-daerah Jawa, akan tetapi penelitian yang dilakukan tidak sistematis. Terdapat dua faktor penyebabnya, yang pertama ialah biasnya istilah “daerah” itu sendiri. Kedua, negara modern di masa sekarang tidak mengenal istilah kedaerahan, namun hanya mendasarkan pada kesatuan dan persatuan nasional dan seolah mengabaikan posisi daerah-daerah sebagai suatu lembaga pendukung kesatuan itu sendiri.
Pembangunan suatu negara dianggap sebagai suatu kewajaran dan titik puncak dari sebuah evolusi perjuangan sosial yang solid tanpa ada unsur kedaerahan mulai ditinggalkan, karena sekarang mulai banyak penanda tentang munculnya suatu kedaerahan, bahkan di negara-negara Eropa yang baik integrasinya.
Dilihat dari inilah, penelitian daerah dapat dijadikan suatu alternatif dari penelitian yang awalnya melihat keanekaragaman dari sisi umum ke penelitian dengan perspektif region atau daerah, sehingga penelitian dengan menjadikan masyarakat sebagai subyek dapat digali dan dieksplorasi lebih jauh. Dengan demikian, penelitian dalam tingkat daerah memiliki kelebihan karena berbagai disiplin ilmu dapat menjadi satu kesatuan dalam menganalisa daerah tersebut atau biasa disebut penelitian antar disiplin ilmu.
Dalam hal ini, terdapat beberapa catatan mengenai unsur kedaerahan dalam masyarakat-masyarakat petani Jawa dan proses-proses perubahan kedaerahan bersama teori-teorinya hingga kesulitan-kesulitan dalam penelitian di daerah Jawa.
Masyarakat petani adalah masyarakat yang paling umum dan paling banyak jumlahnya di dunia ini, namun baru-baru ini kehidupan mereka baru mendapat perhatian dari para ilmuwan. Kehadiran mereka yang sebenarnya sebagai sebuah kesatuan seringkali diabaikan, karena masyarakat pedesaan hanya dijadikan tempat bagi para elit penguasa menyelesaikan konflik atau menanamkan pengaruhnya. Dalam konteks sejarah kebudayaan, mereka seringkali tidak diberi tempat bahkan ditempatkan diluar sejarah kebudayaan itu sendiri, sebab mereka dianggap tidak mengambil bagian dari sejarah kebudayaan.
Di dalam ilmu sejarah, dunia barat sama halnya dengan dunia timur, menempatkan para raja dan bangsawan serta peradaban suatu kota menjadi fokus utama, sedangkan desa tidak memiliki tempat dalam sejarah dunia dan dianggap “geschichtslos” atau tanpa sejarah. Dengan memperluas ruang lingkup penelitian sejarah pun, dirasa tetap saja menempatkan para petani dan daerah-daerah pedesaan pada tangga terbawah dari stratifikasi sosial.
Begitu pula dengan ilmu sosiologi, mereka mengarahkan perhatian pada kemajuan masyarakat maupun perjuangan suatu kelas. Dalam konteks India, petani tidak mendapatkan peran sama sekali dalam pembangunan negara itu. Karl Marx pernah mengatakan bahwa masyarakat India yang agak setengah barbar, setengah berkebudayaan akan lenyap tanpa adanya mesin uap dari Inggris dan perdagangan bebas yang dilakukan. Anggapan pesimis ini akhirnya mendominasi pemkiran waktu itu dengan mengusung slogan modernisasi, industrialisasi dan rasionalisasi, dan tanpa disadari menggeser posisi pedesaan dan pertanian.
Tidak seperti sejarah dan sosiologi, ilmu antropologi berkonsentrasi pada masyarakat non-sejarah. Pada mulanya, antropologi lebih menekankan penelitian pada masyarakat kesukuan dan tidak memasukkan masyarakat petani dan pedesaan di dalamnya. Namun seiring berjalannya waktu, antropologi mulai memasukkan masyarakat petani pedesaan dalam penelitiannya sebagai sebuah kesatuan negara modern.
Ketika kita membicarakan keanekaragaman kedaerahan, tidak dapat di samakan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Dalam kasus teori Gertz, ia menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penanaman gula kolonial, penanaman padi basah yang intensif dengan sifat komunal dari penduduk desa di Jawa. Teori ini mendapat kritik bahwa dengan pengetahuan yang baik tentang perbedaan kedaerahan, terdapat faktor-faktor lain yang lebih meyakinkan. Jadi, daerah-daerah di Jawa bagian tengah dalam banyak hal tidak dapat dibandingkan dengan daerah-daerah di Madura, Jawa bagian timur.
Pembagian perubahan suatu daerah dianggap penting bagi subyek penelitian ini, karena pembentukan masyarakat Jawa mewakili kedua daerah, yaitu masing-masing mewakili kekuatan sosial dan pengertian budaya-budaya tertentu. Pembagian subyek yang pertama ialah munculnya struktur kedaerahan yang dalam kasus tertentu awalnya masyarakat Jawa melakukan perpindahan dan sifatnya tidak menetap, namun ketika kompeni masuk, mereka dilarang lagi berpindah dan mulai ditempatkan pada wilayah-wilayah yang sifatnya terpusat. Kedua,  berbagai perubahan dalam ukuran. Dalam kasus ini bahwa perubahan masyarakat dalam modernisasi selalu menunjukkan perkembangan yang baik, namun pada kenyataannya pada masa kolonial, hak kebebasan regional atau lokal dalam hal modernisasi menurun seiring bertambahnya pengaruh Eropa. Subyek ketiga, peranan daerah dalam perkembangan ialah yang paling rumit, karena subyek ini tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat dengan menggunakan teori tentang dualisme ekonomi dan teori tentang involusi pertanian. Kedua teori besar jenis itu dianggap tidak berguna bagi penelitian daerah, karena sifatnya yang menyamaratakan semuanya, padahal untuk melihat jalannya modernisasi Jawa di berbagai daerah perlu dibuktikan secara keilmuan dan dengan ketekunan. Selama peneitian di daerah secara sosiologis dilakukan dengan skala yang kecil, penyamarataan perlu diuji kembali kecuali jika dikemukakan sebagai suatu hipotesis.
Sebelum melakukan penelitian di suatu daerah, perlu diketahui tujuan dari dari penelitian itu, karena perlu dipertanyakan apakah data dari daerah tersebut dianggap representatif bagi daerah lain yang skalanya lebih besar atau bagi masalah lain yang lebih umum.
Jenis daerah mempengaruhi pemilihan daerah, karena beberapa daerah menempati kunci dari suatu peristiwa. Tetapi dapat juga dipilih sebagai suatu obyek penelitian daerah yang bukan fokus penelitian tetapi hanya mewakili saja. Dengan demikian syarat bahwa subyek harus representatif telah terpenuhi.
Bagi ilmuwan yang akan melakukan penelitian, sumber pertama yang sangat berharga adalah keterangan-keterangan resmi yang dalam hubungannya dengan perkembangan sejarah. Sumber penting kedua adalah berbagai jenis laporan pemerintahan yang disatukan. Sumber terakhir adalah proyek-proyek penelitian yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda seperti penelitian hak penduduk yang menuntut tanah hingga penelitian kuli-badget.
Pada masa lampau, seseorang telah melakukan percobaan dengan berbagai pendekatan. Satu-satunya proyek menyeluruh yang pernah dilakukan adalah penelitian Kesejahteraan yang Menurun yang dilakukan hingga tingkat distrik di semua daerah di Jawa dan Madura. Akan tetapi, sekarang tidak pernah dilakukan lagi karena sepertinya penelitian daerah sebagai pusat dan lingkungan tidak menarik minat para peneliti. Padahal bahan kartografi mengenai sejumlah daerah di Indonesia sangat baik, namun  tetap sedikit digunakan. Selain itu arsip-arsip daerah sangatlah berguna ketika tidak ada jalan lain dalam melakukan penelitian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman