Penelitian
yang bersifat regional atau kedaerahan telah banyak dilakukan di daerah-daerah
Jawa, akan tetapi penelitian yang dilakukan tidak sistematis. Terdapat dua
faktor penyebabnya, yang pertama ialah biasnya istilah “daerah” itu sendiri.
Kedua, negara modern di masa sekarang tidak mengenal istilah kedaerahan, namun
hanya mendasarkan pada kesatuan dan persatuan nasional dan seolah mengabaikan
posisi daerah-daerah sebagai suatu lembaga pendukung kesatuan itu sendiri.
Pembangunan
suatu negara dianggap sebagai suatu kewajaran dan titik puncak dari sebuah
evolusi perjuangan sosial yang solid tanpa ada unsur kedaerahan mulai
ditinggalkan, karena sekarang mulai banyak penanda tentang munculnya suatu
kedaerahan, bahkan di negara-negara Eropa yang baik integrasinya.
Dilihat
dari inilah, penelitian daerah dapat dijadikan suatu alternatif dari penelitian
yang awalnya melihat keanekaragaman dari sisi umum ke penelitian dengan perspektif
region atau daerah, sehingga penelitian dengan menjadikan masyarakat sebagai
subyek dapat digali dan dieksplorasi lebih jauh. Dengan demikian, penelitian
dalam tingkat daerah memiliki kelebihan karena berbagai disiplin ilmu dapat
menjadi satu kesatuan dalam menganalisa daerah tersebut atau biasa disebut
penelitian antar disiplin ilmu.
Dalam
hal ini, terdapat beberapa catatan mengenai unsur kedaerahan dalam
masyarakat-masyarakat petani Jawa dan proses-proses perubahan kedaerahan
bersama teori-teorinya hingga kesulitan-kesulitan dalam penelitian di daerah
Jawa.
Masyarakat petani adalah masyarakat yang paling umum
dan paling banyak jumlahnya di dunia ini, namun baru-baru ini kehidupan mereka
baru mendapat perhatian dari para ilmuwan. Kehadiran mereka yang sebenarnya
sebagai sebuah kesatuan seringkali diabaikan, karena masyarakat pedesaan hanya
dijadikan tempat bagi para elit penguasa menyelesaikan konflik atau menanamkan
pengaruhnya. Dalam konteks sejarah kebudayaan, mereka seringkali tidak diberi
tempat bahkan ditempatkan diluar sejarah kebudayaan itu sendiri, sebab mereka
dianggap tidak mengambil bagian dari sejarah kebudayaan.
Di dalam ilmu sejarah, dunia barat sama halnya
dengan dunia timur, menempatkan para raja dan bangsawan serta peradaban suatu
kota menjadi fokus utama, sedangkan desa tidak memiliki tempat dalam sejarah
dunia dan dianggap “geschichtslos” atau tanpa sejarah. Dengan memperluas ruang
lingkup penelitian sejarah pun, dirasa tetap saja menempatkan para petani dan
daerah-daerah pedesaan pada tangga terbawah dari stratifikasi sosial.
Begitu pula dengan ilmu sosiologi, mereka
mengarahkan perhatian pada kemajuan masyarakat maupun perjuangan suatu kelas.
Dalam konteks India, petani tidak mendapatkan peran sama sekali dalam
pembangunan negara itu. Karl Marx pernah mengatakan bahwa masyarakat India yang
agak setengah barbar, setengah berkebudayaan akan lenyap tanpa adanya mesin uap
dari Inggris dan perdagangan bebas yang dilakukan. Anggapan pesimis ini
akhirnya mendominasi pemkiran waktu itu dengan mengusung slogan modernisasi,
industrialisasi dan rasionalisasi, dan tanpa disadari menggeser posisi pedesaan
dan pertanian.
Tidak seperti sejarah dan sosiologi, ilmu
antropologi berkonsentrasi pada masyarakat non-sejarah. Pada mulanya,
antropologi lebih menekankan penelitian pada masyarakat kesukuan dan tidak
memasukkan masyarakat petani dan pedesaan di dalamnya. Namun seiring
berjalannya waktu, antropologi mulai memasukkan masyarakat petani pedesaan
dalam penelitiannya sebagai sebuah kesatuan negara modern.
Ketika kita membicarakan keanekaragaman kedaerahan,
tidak dapat di samakan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Dalam kasus
teori Gertz, ia menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penanaman gula
kolonial, penanaman padi basah yang intensif dengan sifat komunal dari penduduk
desa di Jawa. Teori ini mendapat kritik bahwa dengan pengetahuan yang baik
tentang perbedaan kedaerahan, terdapat faktor-faktor lain yang lebih
meyakinkan. Jadi, daerah-daerah di Jawa bagian tengah dalam banyak hal tidak
dapat dibandingkan dengan daerah-daerah di Madura, Jawa bagian timur.
Pembagian perubahan suatu daerah dianggap penting
bagi subyek penelitian ini, karena pembentukan masyarakat Jawa mewakili kedua
daerah, yaitu masing-masing mewakili kekuatan sosial dan pengertian budaya-budaya
tertentu. Pembagian subyek yang pertama ialah munculnya struktur kedaerahan
yang dalam kasus tertentu awalnya masyarakat Jawa melakukan perpindahan dan
sifatnya tidak menetap, namun ketika kompeni masuk, mereka dilarang lagi
berpindah dan mulai ditempatkan pada wilayah-wilayah yang sifatnya terpusat.
Kedua, berbagai perubahan dalam ukuran.
Dalam kasus ini bahwa perubahan masyarakat dalam modernisasi selalu menunjukkan
perkembangan yang baik, namun pada kenyataannya pada masa kolonial, hak
kebebasan regional atau lokal dalam hal modernisasi menurun seiring
bertambahnya pengaruh Eropa. Subyek ketiga, peranan daerah dalam perkembangan
ialah yang paling rumit, karena subyek ini tidak dapat dilakukan dalam waktu
singkat dengan menggunakan teori tentang dualisme ekonomi dan teori tentang
involusi pertanian. Kedua teori besar jenis itu dianggap tidak berguna bagi
penelitian daerah, karena sifatnya yang menyamaratakan semuanya, padahal untuk
melihat jalannya modernisasi Jawa di berbagai daerah perlu dibuktikan secara
keilmuan dan dengan ketekunan. Selama peneitian di daerah secara sosiologis
dilakukan dengan skala yang kecil, penyamarataan perlu diuji kembali kecuali
jika dikemukakan sebagai suatu hipotesis.
Sebelum melakukan penelitian di suatu daerah, perlu
diketahui tujuan dari dari penelitian itu, karena perlu dipertanyakan apakah
data dari daerah tersebut dianggap representatif bagi daerah lain yang skalanya
lebih besar atau bagi masalah lain yang lebih umum.
Jenis daerah mempengaruhi pemilihan daerah, karena
beberapa daerah menempati kunci dari suatu peristiwa. Tetapi dapat juga dipilih
sebagai suatu obyek penelitian daerah yang bukan fokus penelitian tetapi hanya
mewakili saja. Dengan demikian syarat bahwa subyek harus representatif telah
terpenuhi.
Bagi ilmuwan yang akan melakukan penelitian, sumber
pertama yang sangat berharga adalah keterangan-keterangan resmi yang dalam
hubungannya dengan perkembangan sejarah. Sumber penting kedua adalah berbagai
jenis laporan pemerintahan yang disatukan. Sumber terakhir adalah proyek-proyek
penelitian yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda seperti penelitian hak
penduduk yang menuntut tanah hingga penelitian kuli-badget.
Pada masa lampau, seseorang telah melakukan
percobaan dengan berbagai pendekatan. Satu-satunya proyek menyeluruh yang
pernah dilakukan adalah penelitian Kesejahteraan yang Menurun yang dilakukan
hingga tingkat distrik di semua daerah di Jawa dan Madura. Akan tetapi,
sekarang tidak pernah dilakukan lagi karena sepertinya penelitian daerah
sebagai pusat dan lingkungan tidak menarik minat para peneliti. Padahal bahan
kartografi mengenai sejumlah daerah di Indonesia sangat baik, namun tetap sedikit digunakan. Selain itu
arsip-arsip daerah sangatlah berguna ketika tidak ada jalan lain dalam melakukan
penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar