Jumat, 11 November 2011

Kisah Pangeran Pedang Naga


Bongkar-bongkar file lama, ternyata nemuin banyak tulisan-tulisan iseng dan aneh yang nggak jelas. Hahaha. Salah satunya cerita ini nih, tentang imajinasi anak kecil. Bener-bener imajinatif banget deh ceritanya. Monggo dibaca aja ya…

Kisah Pangeran Pedang Naga  

http://w29.indonetwork.co.id

“Kita harus menyusun strategi untuk menyelamatkan tuan putri,” kataku setengah berbisik.
Di tempat persembunyian, aku – sang Pangeran Pedang Naga –, Budi – Pangeran Biru –, Didin – Ksatria Kuda Putih – dan Badun – Manusia Sakti Berperut Besar – tengah menyusun rencana untuk menyelamatkan putri Rukam yang disandera oleh Bagong sang Monster Ruba dan kelompoknya. Sejak tadi kami sudah bertarung habis-habisan melawan pasukan berkuda Monster Ruba. Kami sangat kelelahan, tidak banyak tenaga yang tersisah. Begitu juga Pangeran Biru, Ksatria Kuda Putih dan Manusia Sakti Berperut Besar sudah kelelahan dan terluka. Jika kami menyerbu markas mereka secara langsung, kami tidak yakin akan mampu mengalahkan Monster Ruba. Ia sangat Kuat. Belum lagi Manusia Laba-laba, Panglimanya yang terkenal kebal senjata dan gerakannya sangat cepat dan prajuritnya yang begitu banyak, jika tidak menyusun strategi dengan matang, bisa-bisa nyawa putri rukam terancam bahaya.
“Kita tidak mungkin bisa melawan mereka dengan kondisi kita seperti ini. Apa ada di antara kalian yang punya strategi jitu untuk mengalahkan Monster Ruba dan Manusia Labalaba?” kataku.
“Aku masih punya seratus anak panah sakti. Setiap anak panah bisa menghabisi seratus prajuritnya,” Pangeran Biru memberikan solusi.
“Palu raksasaku bisa membuat goncangan besar. Aku yakin bisa membuat mereka kebingungan,” manusia sakti Berperut besar manambahkan.
“Lukaku tidak terlalu parah. Aku akan melawan manusia laba-laba dengan pedang putihku,” kali ini Ksatria Kuda Putih memberikan pendapatnya.
“Baiklah. Aku punya rencana. Pertama-tama, Manusia Sakti. Tugasmu membuat mereka kebingungan dengan Palu raksasamu.” Manusia Sakti mengangguk mengerti. “Kemudian Pangeran Biru.” Pangeran Biru bersiap mendengarkan perintahku. “Waktu mereka kebingungan, tugasmu mengahbisi prajurit-prajurit Monster Ruba dengan panah saktimu.”
“Siap!” kata Pangeran Biru semangat.
“Sekarang kamu, Ksatria Kuda Putih.” Ksatria Kuda putih memperhatikanku serius.
“Kamu dan aku langsung masuk ke dalam dan melawan Manusia Labalaba. Ingat, dia sangat cepat dan tangguh. Kita harus hati-hati,” kataku mengingatkan.
“Baik. Saya mengerti,” seru Ksatria Kuda Putih mantap.
“Setelah semuanya berhasil kita kalahkan, Kita semua akan berhadapan dengan Monster Ruba. Baiklah, ayo kita mulai sekarang!” seruku.
Manusia Sakti maju terlebih dahulu, mengambil posisi menyerang dengan Palu Raksasanya. Kemudian di belakangnya Pangeran Biru mengikuti, bersiap dengan seratus anak panah saktinya.
“Kamu siap, pangeran Biru?” tanya Manusia Sakti.
“Aku siap. Lakukanlah segera,” jawab pangeran Biru.
“Baiklah,”
Setelah mengumpulkan tenaga dari seluruh alam, ia kemudian mengangkat palu saktinya tinggi-tinggi. Palunya mengeluarkan cahaya merah kekukining-kuningan yang menyilaukan. Kemudian dengan sekuat tenaga ia menghentakkan palunya ke tanah. Dengan serta merta bumi bergoncang hebat, tanah terbelah, langit menjadi sangat pekat seakan-akan telah terjadi kiamat.
Markas Monster Ruba bergoncang hebat, para prajuritnya yang keluar karena mengetahui kedatangan manusia sakti dan pangeran biru saling bertabrakan satu sama lain, sebagian yang lain terjatuh ke tanah karena goncangan palu raksasa manusia Sakti.
Melihat para prajurit Monster Ruba yang kehilangan keseimbangan, pangeran biru langsung melepaskan anak panahnya. Menakjubkan melihat anak-anak panah tersebut meluncur. Bahaya biru bersinar sangat terang menerangan setiap anak panah tersebut meluncur. anak panah yang dilepaskan semakin jauh semakin banyak, seperti kerumunan tawon yang siap menyerang orang yang mengganggu sarangnya. Dari masing-masing anak panah itu keluar seratus anak panah lainnya, sehingga anak panah tersebut menjadi sangat banyak menyerang prajurit Monster Ruba. Dengan sekejap anak panah pangeran biru merobohkan seluruh prajurit monster Ruba yang ada diluar. Mereka mati dengan puluhan anak panah yang menancap di seluruh tubuhnya.
Manusia Sakti dan Pangeran biru terus masuk melawan semua prajurit yang masih tersisa di dalam.
“Sekarang giliran kita, Ksatria Kuda putih, apa kamu sudah siap?” tanyaku seraya terus mengawasi perkembangan dari usaha Manusia Sakti dan Pangeran Biru.
“Aku sudah siap, Pangeran.” Seru Ksatria Kuda Putih.
“Baiklah, ayo sekarang kita serang.”
“Kyaaaaaa....” seruku dan Ksatria Kuda Putih secara bersamaan.
Kami berdua langsung masuk ke dalam ruang dimana terdapat Manusia Labalaba yang sedang mengawasi keamanan sekitar markasnya dari dalam sekaligus menjaga putri Rukam.
“Hahaha.... apa kalian pikir kalian bisa mengalahkan aku, hah!” kata Manusia Labalaba dengan penuh percaya diri. “Kalau begitu, bersiaplah untuk merima seranganku. Kyaaaaaa.... ”
Pertempuran sengit antara aku, Ksatria Kuda Putih dan Manusia Labalaba terjadi. Dugaanku benar, ia terlalu tangguh untuk dilawan seorang diri. Tetapi, dengan berkerja sama seperti itu, aku dan Ksatria Kuda Putih pasti bisa mengalahkannya. Gerakannya cepat, melompat, berlari ke sana ke mari, membuat kami berdua kesusahan untuk menyerangnya. Sebaliknya, ia begitu leluasa menyerang kami. Ketika Manusia labalaba bergerak cepat, aku mengambil posisi menyerang seraya berkonsentrasi penuh dengan memusatkan tenaga dalam di pedang nagaku. Begitu juga dengan Ksatria Kuda Putih, ia tampak serius, matanya tak lepas mengawasi pergerakan manusia labalaba, meskipun cepat, kami pasti bisa menghentikannya.
Ksatria Kuda Putih menancapkan pedangnya ke tanah sehingga dengan seketika bumi terbelah menjadi dua. Tetapi, ternyata manusia labalaba tidak terpengaruh dengan serangannya karena dia mampu bergerak kemana saja. Ia melompat, berjalan di atas dinding dengan cepat, secepat kilat. Tetapi, tanpa ia sadari, aku justru mendapatkan ide untuk dapat mengalahkannya. Dengan membelah bumi, daerah geraknya menjadi terbatas. Sekarang ia hanya bergerak di atas. Ini memudahkanku untuk segera menghabisinya karena ruang geraknya yang semakin sempit sehingga lebih memudahkanku.
Ketika sudah dapat membaca gerakkannya, aku bersiap melakukan serangan terakhirku untuk segera mengalahkannya.
“Terimalah serangan Pedang Naga dari Laut Timur... Kyaaaaaaa..... !!! ” aku melompat seraya menyabetkan pedangku ke arahnya.
“Aduh!” terdengar teriakan kesakitan. “Kamu mukulnya beneran. Sakit tauk!” kata Dana sewot. Tangannya memegang kepalanya yang aku pukul dengan ‘pedang’ku seraya menahan sakit.
Aku hanya bisa tersenyum bodoh seperti orang tak bersalah, dan cepat-cepat meminta maaf sebelum keadaan berubah. “Hehehe.. maaf, maaf.. terlalu semangat tadi itu. Maaf ya,” kataku polos.
Dana masih memasang muka sebel. Sepertinya aku tadi kelewatan memukulnya. Terlalu semangat menjadi seorang Pangeran. Hehehe.
“Woi, udah yuk. Kerbaunya udah jauh tuh,” seru Titin mengingatkan. Karena keasyikan bermain, kami sering lupa dengan kerbau-kerbau kami. Beberapa kali, bahkan sering kali, kami harus pulang hampir magrib karena harus mencari anak kerbau kami yang terpisah dari induknya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman