![]() |
rahdipagalery.blogspot.com |
Apa yang ada dalam bayangan kalian
mendengar kata itu? Atau malah kalian tidak tahu atau belum pernah mendengar
kata itu? Baiklah. Angon, dalam
bahasa kami, artinya mengembala. Aku tidak tahu pasti itu bahasa apa, kami
sudah menggunakannya sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu hingga saat ini.
Ketika kecil, mungkin sekitar umur
delapan sampai duabelas tahun, aku, bang Heri, bang Raman angon kerbau kepunyaan kakek. Cukup banyak kerbau milik kakekku
dulu, sekitar duabelas ekor. Ketika itu kerbau masih digunakan untuk membajak
sawah, dan kakek punya beberapa petak sawah milik sendiri, dan beberapa milik
orang lain yang harus dibajak. Kalau bukan waktu tanam padi, kami diminta untuk
mengangon kerbau-kerbau itu.
Ah, ya.. dulu kami punya kerbau
kesayangan. Kerbau kesayanganku namanya Pahing, kerbau bang Heri namanya
Kliwon, kerbau bang Raman namanya Legi. Semua kerbau kesayangan kami itu
berkamin jantan. Memang nama-nama kerbau punya kakek diberi nama sesuai nama
hari dalam hitungan kalender jawa. Setiap pulang dari angon kami akan duduk di atas pundak kerbau kami masing-masing
hingga sampai di rumah. Lumayan, bisa santai sekaligus gak capek. Pastinya
kalau kerbau-kerbau itu sudah habis dimandikan atau mereka sedang tidak
berkubang di lumpur. Kadang kalau hari sedang hujan kami lebih baik jalan kaki
saja. Selain bisa bikin gatel-gatel di badan, kalau hujan kadang kerbau juga
lebih agresif, suka ndegar-ndegar
alias lari gak beraturan.
Duduk di atas punggung kerbau sambil
menikmati hawa sejuk pepohonan kelapa sawit di tengah cuaca panas adalah
kenikmatan tersendiri bagi anak angon, dan
itu juga yang paling aku suka. Hampir setiap hari ketika pulang ke rumah kami
selalu menunggang kerbau. Biasanya
kerbau betina lebih mudah untuk ditunggangi ketimbang kerbau jantan. Lebih lagi
jika kerbau betina itu adalah indukan, atau induk yang sudah cukup tua. Di
antara kedua belas kerbau kakek, ada dua indukan. Indukan kedua adalah anak pertama
dari induk pertama. Kami jarang sekali menunggangi kerbau jantan, apalagi jika
kerbau jantang muda. Seperti manusia juga, anak laki-laki muda yang punya
gairah, lincah, dan susah di atur. Kerbau juga seperti itu. Aku juga jarang
menunggangi si Pahing, walaupun dia kerbau kesayangan. Si Pahing adalah kerbau
jantan muda. Gairah seksualnya masih tinggi. Jika melihat betina, maka dia rela
berpisah dari rombongan demi mengejar si betina. Jika sudah begitu, kami bisa
was-was mencari semalaman, dan terkadang baru ketemu pagi hari. Dan benar, dia
ikut bersama si betina.
Tetapi, tidakmaunya aku menunggangi
si Pahing, selain ia adalah pejantan muda, juga karena pengalaman lain. Dulu
aku pernah menunggangi si Pahing waktu hendak pulang ke rumah. Ketika mau melewati
sebuah parit, aku coba memasang ancang-ancang agar keseimbangan tidak goyah.
Tetapi, pas ketika si Pahing akan naik dari parit, ia melihat seekor kerbau
betina. Sontak ia melompat dan berjalan cepat menghampiri si betina. Sedangkan
aku tidak bisa mengimbangi gerakannya, dan gagal menjaga keseimbangan ketika ia
melompat parit. Akhirnya aku pun jatuh terjungkal di parit. Dalam beberapa saat
karena saking senapnya, aku tidak bisa berkata apa-apa. pengen teriak, pengen
nangis, tapi semuanya seperti tertahan di tenggorokan. Rasanya sakit sekali,
tidak hanya bagiku yang ketika itu masih SD. Memang rasanya sakit sekali..
Setelah itu, jika pulang angon, aku lebih memilih naik si Induk –
aku lupa namanya. Lebih tenang, tidak akan lari-lari, melompat, dan sebagainya.
Intinya lebih aman dan nyaman lah.
![]() |
bercanda-tertawa.blogspot.com |
Aku dulu suka angon. Alasannya sederhana, rame, banyak temen. Di kampungku hampir
sebagian besar penduduknya punya hewan ternak, seperti kerbau dan lembu. Kalau
sore, biasanya semua anak angon
kumpul di bok, hmm… semacam suatu
tempat di ujung kampong. Biasanya kami maen bola, mancing, atau sekedar
ngobrol-ngobrol bebas. Kadang kami juga ngumpul sama anak-anak angon dari kampong sebelah. Dari angon ini juga, kami bisa lebih akrab
karena pasti ada waktu buat kumpul, ngobrol, guyon, bahkan sampe berantem juga
pernah.
Persahabatan sesama anak angon juga cukup kuat. Jika ada salah
seorang teman yang kerbau atau lembunya hilang, beberapa orang diminta untuk
menjaga kerbau atau lembu yang ada, dan sisanya mencari hewan yang hilang
sampai ketemu. Kadang kami juga kalau ada makanan pasti dimakan bareng-bareng.
Paling senang kalau lagi ada yang pengajian di rumah, sudah pasti mereka bawa
makanan dan dikasih ke anak-anak angon.
Kalau sedang haus dan gak bawa air, biasanya kami patungan untuk beli es kolak
dingin yang biasanya lewat.
Pernah juga sesekali waktu ada temen
yang bawa ayam, kemudian dibakar. Karena hanya ada satu ayam, sedangkan
anak-anak angon ada banyak, mereka
yang lebih dewasa memutuskan untuk mengambil ubi di kebun orang. Aku juga
pernah ikut membantu. Yah, demi temanlah. Hahaha.
Tetapi, ada juga pengalaman paling
apes yang pernah kami alami ketika mencuri buah di ladang orang. Di pinggir
sawah ada sebuah kebun jeruk milik orang karo yang tinggal di desa Namo Mbelin,
desa yang mayoritas orang karo. Yang kami tahu ketika itu, orang karo memang
terkenal sangat perhitungan untuk masalah barang curian. Jika ada orang yang
tertangkap tangan mencuri, mereka tidak akan segan-segan menangkap dan mendenda
pelaku dengan sejumlah uang. Seperti yang kami alami.
#selanjutnya > Maling Jeruk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar