Jumat, 29 Maret 2013

Kampong Halaman : Angon

rahdipagalery.blogspot.com


Apa yang ada dalam bayangan kalian mendengar kata itu? Atau malah kalian tidak tahu atau belum pernah mendengar kata itu? Baiklah. Angon, dalam bahasa kami, artinya mengembala. Aku tidak tahu pasti itu bahasa apa, kami sudah menggunakannya sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu hingga saat ini.

Ketika kecil, mungkin sekitar umur delapan sampai duabelas tahun, aku, bang Heri, bang Raman angon kerbau kepunyaan kakek. Cukup banyak kerbau milik kakekku dulu, sekitar duabelas ekor. Ketika itu kerbau masih digunakan untuk membajak sawah, dan kakek punya beberapa petak sawah milik sendiri, dan beberapa milik orang lain yang harus dibajak. Kalau bukan waktu tanam padi, kami diminta untuk mengangon kerbau-kerbau itu.

Ah, ya.. dulu kami punya kerbau kesayangan. Kerbau kesayanganku namanya Pahing, kerbau bang Heri namanya Kliwon, kerbau bang Raman namanya Legi. Semua kerbau kesayangan kami itu berkamin jantan. Memang nama-nama kerbau punya kakek diberi nama sesuai nama hari dalam hitungan kalender jawa. Setiap pulang dari angon kami akan duduk di atas pundak kerbau kami masing-masing hingga sampai di rumah. Lumayan, bisa santai sekaligus gak capek. Pastinya kalau kerbau-kerbau itu sudah habis dimandikan atau mereka sedang tidak berkubang di lumpur. Kadang kalau hari sedang hujan kami lebih baik jalan kaki saja. Selain bisa bikin gatel-gatel di badan, kalau hujan kadang kerbau juga lebih agresif, suka ndegar-ndegar­ alias lari gak beraturan.

Duduk di atas punggung kerbau sambil menikmati hawa sejuk pepohonan kelapa sawit di tengah cuaca panas adalah kenikmatan tersendiri bagi anak angon, dan itu juga yang paling aku suka. Hampir setiap hari ketika pulang ke rumah kami selalu menunggang kerbau.  Biasanya kerbau betina lebih mudah untuk ditunggangi ketimbang kerbau jantan. Lebih lagi jika kerbau betina itu adalah indukan, atau induk yang sudah cukup tua. Di antara kedua belas kerbau kakek, ada dua indukan. Indukan kedua adalah anak pertama dari induk pertama. Kami jarang sekali menunggangi kerbau jantan, apalagi jika kerbau jantang muda. Seperti manusia juga, anak laki-laki muda yang punya gairah, lincah, dan susah di atur. Kerbau juga seperti itu. Aku juga jarang menunggangi si Pahing, walaupun dia kerbau kesayangan. Si Pahing adalah kerbau jantan muda. Gairah seksualnya masih tinggi. Jika melihat betina, maka dia rela berpisah dari rombongan demi mengejar si betina. Jika sudah begitu, kami bisa was-was mencari semalaman, dan terkadang baru ketemu pagi hari. Dan benar, dia ikut bersama si betina.

Tetapi, tidakmaunya aku menunggangi si Pahing, selain ia adalah pejantan muda, juga karena pengalaman lain. Dulu aku pernah menunggangi si Pahing waktu hendak pulang ke rumah. Ketika mau melewati sebuah parit, aku coba memasang ancang-ancang agar keseimbangan tidak goyah. Tetapi, pas ketika si Pahing akan naik dari parit, ia melihat seekor kerbau betina. Sontak ia melompat dan berjalan cepat menghampiri si betina. Sedangkan aku tidak bisa mengimbangi gerakannya, dan gagal menjaga keseimbangan ketika ia melompat parit. Akhirnya aku pun jatuh terjungkal di parit. Dalam beberapa saat karena saking senapnya, aku tidak bisa berkata apa-apa. pengen teriak, pengen nangis, tapi semuanya seperti tertahan di tenggorokan. Rasanya sakit sekali, tidak hanya bagiku yang ketika itu masih SD. Memang rasanya sakit sekali..

Setelah itu, jika pulang angon, aku lebih memilih naik si Induk – aku lupa namanya. Lebih tenang, tidak akan lari-lari, melompat, dan sebagainya. Intinya lebih aman dan nyaman lah.

bercanda-tertawa.blogspot.com

Aku dulu suka angon. Alasannya sederhana, rame, banyak temen. Di kampungku hampir sebagian besar penduduknya punya hewan ternak, seperti kerbau dan lembu. Kalau sore, biasanya semua anak angon kumpul di bok, hmm… semacam suatu tempat di ujung kampong. Biasanya kami maen bola, mancing, atau sekedar ngobrol-ngobrol bebas. Kadang kami juga ngumpul sama anak-anak angon dari kampong sebelah. Dari angon ini juga, kami bisa lebih akrab karena pasti ada waktu buat kumpul, ngobrol, guyon, bahkan sampe berantem juga pernah.

Persahabatan sesama anak angon juga cukup kuat. Jika ada salah seorang teman yang kerbau atau lembunya hilang, beberapa orang diminta untuk menjaga kerbau atau lembu yang ada, dan sisanya mencari hewan yang hilang sampai ketemu. Kadang kami juga kalau ada makanan pasti dimakan bareng-bareng. Paling senang kalau lagi ada yang pengajian di rumah, sudah pasti mereka bawa makanan dan dikasih ke anak-anak angon. Kalau sedang haus dan gak bawa air, biasanya kami patungan untuk beli es kolak dingin yang biasanya lewat.

Pernah juga sesekali waktu ada temen yang bawa ayam, kemudian dibakar. Karena hanya ada satu ayam, sedangkan anak-anak angon ada banyak, mereka yang lebih dewasa memutuskan untuk mengambil ubi di kebun orang. Aku juga pernah ikut membantu. Yah, demi temanlah. Hahaha.

Tetapi, ada juga pengalaman paling apes yang pernah kami alami ketika mencuri buah di ladang orang. Di pinggir sawah ada sebuah kebun jeruk milik orang karo yang tinggal di desa Namo Mbelin, desa yang mayoritas orang karo. Yang kami tahu ketika itu, orang karo memang terkenal sangat perhitungan untuk masalah barang curian. Jika ada orang yang tertangkap tangan mencuri, mereka tidak akan segan-segan menangkap dan mendenda pelaku dengan sejumlah uang. Seperti yang kami alami. 

#selanjutnya > Maling Jeruk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman