Senja ketika itu beda dari senja yang lain. Karena, ada kamu. Juga pelangi yang tiba-tiba saja muncul entah dari mana. Padahal hari itu langit cerah sedari siang. Lantas, darimana langit mendapat tetesan-tetesan air untuk membiaskan cahaya matahari? Langit memang punya banyak persediaan tetesan air. Tetapi, kehadiran senja sore itu tanpa hujan di langit Jogja memang agak aneh menurutku. Pemahaman umum, pelangi muncul setelah hujan. Ah, mungkin pelangi sore ini bukan untuk menggantikan hujan. Dia hadir mungkin hanya ingin mengucapkan selamat sore kepadamu, Ma.
Sore itu memang berbeda buatku. Senja ini terlalu indah untuk tidak dinikmati. Langit barat begitu cerah. Cahaya jingganya berpendar menyapu barisan awan tipis dan membuatnya menjadi kemerah-merahan, seperti pipi gadis remaja yang dirayu seorang pemuda. Pancaran sinar matahari itu seperti sorotan lampu panggung ketika seorang tokoh utama hadir. Aku membayangkan tokoh itu adalah kita, Ma.
Ma, aku sempat bilang ke kamu, jika malam ini bulan purnama, mungkin hari ini tidak adalah hari paling sempurna yang pernah aku lewati seumur hidupku. Tapi aku hanya menertawakannya. Tetapi, dalam hati aku berpikir, tanggal berapa sekarang?
Malam itu, secara tidak sengaja, Aku melihat ke langit ketika pulang. Dan, kamu tahu, Ma, bulan memang sedang purnama penuh. Hari ini benar-benar istimewa, Ma. Senja yang mempesona, Pelangi indah yang muncul entah dari mana, dan purnama penuh yang bersinar sempurna. Dan, Kamu, sebagai pelengkap kesempurnaan hari ini dan selamanya untukku.
Ini memang rahasia Tuhan, Ma. Kuasa-Nya untuk memutarkan semua kemungkinan. Menghapuskan semua harapan. Dia memberikan puncak kesempurnaan kebahagiaan sebelum ia mengambil kebahagiaan itu.
*bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar