Hal itulah yang dialami oleh teman saya. Ketika itu ia sedang dalam perjalanan ke kampus karena ada jadwal kuliah siang. Suasana yang panas, ditambah asap hitam dari knalpot kendaraan, terutama angkutan kota, membuat teman saya ketika berada di lampu merah perempatan Mirota Kampus berada di belakang sebuah angkutan kota ingin segera meninggalkan tempat itu. Begitu lampu hijau menyala, ia segera memacu kendaraannya untuk segera meninggalkan tempat tersebut. Ia memotong angkot yang sebelumnya berada di depannya. Tidak beberapa jauh ia meninggalkan angkot itu, angkot berwarna kuning tersebut memotongnya dari sebelah kanan dan dengan tiba-tiba berbelok ke kiri dan nyaris saja menyerempet temanku. Untung saja ia masih sempat menghindar dan menarik rem. Perasaan kesal, marah, otomatis dirasakan temanku saat itu. Tetapi, ia berusaha untuk tidak emosi. Kemudian ia berlalu meninggalkan tersebut yang tengah menaikkan penumpang.
Hal seperti banyak terjadi di mana saja. Dikarenakan keteledoran supir angkot yang terburu-buru, sering kali mengacaukan lalu lintas di jalanan. Kebanyakan orang yang berhadapan dengan hal seperti itu, lebih baik bersikap sabar dan tidak mempermasalahkannya, karena hal itu hanya akan membuang-buang waktu saja. Oleh sebab itu, muncul istilah “Supir angkot selalu benar.”
Istilah tersebut memang tidak terlalu populer dibanding istilah-istilah kaskus. Tetapi, sebagian besar masyarakat paham maksud dari istilah tersebut. Sopir angkot memang sering kali bersikap seakan-akan merekalah pemilik jalanan. Mereka berbuat sesuka hati, kejar-kejaran sesama angkot, menyalip dengan asal-asalan tanpa memperhatikan situasi dan kondisi di jalanan ketika itu, bahkan tidak jarang mereka dengan seenak hatinya menurunkan atau menaikkan penumpang di tengah jalan.
![]() | |||||||||
Selamet Sumario |
Hasil yang mereka dapatkan setiap harinya tidak bisa dipastikan. Jika sedang ramai, mereka bisa mendapatkan hasil sampai Rp. 400.000 sehari. Namun, jika sedang sepi penumpang, rata-rata pendapatan mereka sekitar Rp. 250.000 sehari. Itu semua masih berupa penghasilan kotor. Dari total penghasilan yang mereka peroleh dalam sehari, nantinya akan dipotong untuk biaya solar sebesar Rp. 170.000 dalam sehari. Dari sisanya, sekitar 60% disetorkan kepada pemilik angkot , dan sisanya, sekitar 40%, masih harus dibagi lagi untuk dia dan keneknya. “Ya memang segitu lah, mas, pendapatannya sehari, nggak nentu,” ungkap bapak 3 anak tersebut.

Dari gambaran singkat di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa apa yang melatarbelangi perbuatan para supir angkot tersebut dikarenakan banyak hal, mulai dari pendapatan mereka yang tidak seberapa, tanggungan hidup sehari-hari, belum lagi dengan biaya BBM yang semakin hari semakin mencekik rakyat miskin seperti mereka.
ardian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar