Kamis, 01 Mei 2014

Tinggal Pilih: Terbang, Jalan, atau Menyelam.


Siapa yang kurang cintanya terhadap Indonesia, dia harus mencoba tiga jalan untuk meningkatkan cintanya itu, yaitu melalui udara, daratan atau menyelam ke lautan.


Alam Indonesia begitu menakjubkan. Hanya melihat sedikit saja dari balik jendela pesawat gugusan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau sudah membuatku begitu takjub. Ini baru sebagian kecilnya saja. Di Indonesia ada kurang lebih 17. 504 (sumber) gugusan pulau yang telah bernama maupun belum yang tersebar dari ujung barat hingga timur, utara hingga selatan. Mungkin seumur hidup kita tidak pernah bisa menjejaki setiap pulau yang ada di negeri ini.

Kepulauan Riau dari atas pesawat

Jika melihat melalui ketinggian, gugusan pulau tersebut akan terlihat secara keseluruhan dengan masing-masing bentuknya yang unik. Belum lagi beragam corak dataran, hutan, sungai dan pedesaan atau kota beserta rumah-rumah yang seakan-akan membentuk pola-pola tertentu. Sangat menakjubkan. Aku baru melihat sebagian kecilnya saja begitu takjub. Hampir setiap penerbangan saya selalu berdoa agar mendapat kursi A atau F, biar dekat dengan jendela dan bisa dengan puas memandangi bentang alam Indonesia dari udara.

Rumah dan keluargaku tinggal di Langkat, Sumatera Utara. Tetapi, aku lebih suka tinggal di Jogja. Hampir sembilan tahun aku tinggal di kota ini bukan berarti aku melupakan tanah kelahiran. Bukan begitu. Sebagai penggila jalan-jalan, Jogja menjadi titik yang ideal untuk dapat melangkahkan kaki ke penjuru Indonesia. Bisa dikatakan Jogja terletak di tengah-tengah Indonesia. Jika ingin ke berbagai tempat di Nusantara tidak terlalu jauh dan juga tidak terlalu mahal. Lebih dari itu, ada banyak akses informasi yang sangat berguna ketika ingin mengunjungi suatu daerah, beserta cara-cara termudah hingga termurah untuk mengunjunginya.

Di sini aku mendapatkan itu semua. Tidak hanya akses dan cara mengunjunginya, di sini aku juga mendapatkan cara untuk menikmati alam Nusantara dengan lebih intim dan tidak semua orang bisa melakukannya.

Mendaki ke Atas


Menuju puncak Merapi
Melihat sesuatu dari ketinggian membuat apa yang kita lihat terlihat utuh, luas, dan detail. Salah satu cara untuk mencapai ketinggian adalah dengan mendaki gunung. Ada banyak gunung di Nusantara ini, sebagian besar adalah gunung api. Itu sebabnya Indonesia juga dikenal sebagai negeri cincin api, karena dari pulau Sumatera hingga Papua terdapat ratusan gunung berapi yang masih aktif hingga saat ini. Beberapa tidak bisa didaki, tetapi sebagian besar bisa didaki, tetapi tetap dengan persiapan dan prosedur keamanan.


Di pulau Jawa ada beberapa gunung yang “mudah” untuk didaki dengan ketinggian sekitar 1200 hingga 3400-an mdpl. Aku baru mencoba beberapa saja, dan tetap ingin terus mencoba semuanya, insya Allah. Aku bukan anak mapala atau tergabung di organisasi pecinta alam. Kebetulan ada beberapa teman yang punya hobi yang sama. Hanya dengan sedikit biaya untuk logistik hingga transport kami sudah bisa menyalurkan hobi.

Alasanku mendaki bukan untuk menaklukkan gunung. Tidak ada gunung yang bisa ditaklukkan, aku hanya ingin berada lebih intim dengan alam. Menikmati setiap langkah di atas jalan setapak yang kadang berlumpur, tanah pasir, atau berbatu untuk menuju puncaknya. Menghirup udara sejuk hutan dan bau pepohonan, serta dedaunan yang menjadi teman sepanjang perjalanan. Lelah pasti ada. Justru di saat lelah kian terasa, ego akan diuji untuk menilai seberapa besar kemampuan kita menaklukkan diri sendiri. Hingga akhirnya kesabaran kita akan diberi ganjaran yang setimpal ketika di puncak. (foto).

Berjalan ke tengah

Jika mendaki membantu kita melihat keselurahan objek yang kita lihat menjadi semakin luas dan utuh. Dengan berjalan, kita akan melihat objek-objek itu secara lebih dekat, memperhatikan setiap detail yang melekat padanya. Berjalanlah ke suatu tempat, semakin banyak berjalan maka semakin banyak yang kita lihat.

Bermain senja di pelabuhan Kedi, Loloda, Halmahera Barat

Indonesia kaya akan budaya, bahasa, dan kesenian. Itu semua bisa kita rasakan ketika kita berjalan ke suatu daerah. Keragaman dialek bahasa dan corak budaya, kesenian yang ada membuat kita paham bahwa keindahan Indonesia bukan sekedar bentang alamnya saja. Dan, kita akan membenarkan bahwa Indonesia adalah pecahan surga yang jatuh ke bumi.

Bagaimana cara menikmati dan melihat kemegahan candi Borobudur jika tidak berjalan mendekat ke arahnya. Bagaimana cara mengetahui bahwa di Jawa ada beragam bahasa dan dialek seperti sunda di Jawa Barat, Jawa ngapak di sekitar Tegal, Banjarnegara, Wonosobo, Kebumen, Cilacap dan sekitarnya. Bagaimana kita mengetahui jika di sepanjang pulau Sumatera setiap daerah memiliki suku yang berbeda-beda, dan setiap suku juga memiliki bahasa yang tidak sama satu sama lain? Ya, caranya dengan masuk ke dalam komunitas penuturnya.

Semakin banyak berjalan, makin banyak yang dilihat, banyak yang dirasa. Dan, semoga semakin banyak yang kita pahami akan meningkatkan kebijaksanaan dan kearifan kita.

Menyelam ke dalam


Aku sebut ini keberuntungan, karena mungkin tidak di tempat lain aku belum tentun mendapat pelatihan dan pengalaman menyelam di laut. Benar-benar tidak pernah terbayangkan sebelumnya bisa punya keterampilan menyelam. Tetapi, aku mengalaminya.

Selama menjadi mahasiswa Gadjah Mada, aku pernah ikut dan terlibat aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Unit Selam selama kurang lebih dua tahun. Memang tidak terlalu sering, tetapi beberapa tempat di Kapoposang, Makassar, Pantai Pasir Putih Banyuwangi, Pantai Bama Situbondo sudah pernah terselami. Beruntungnya ikut UKM, biaya menyelam yang seharusnya sampai jutaan, hanya 200rb sampai 500rb untuk biaya akomodasi dan logistik seminggu karena Unit sudah punya semua peralatannya.

Dan, lagi-lagi, aku tidak bisa menggambarkan bagaimana keindahan bawah laut itu agar kalian juga bisa merasakan apa yang kurasakan ketika berada di sana. Begini saja. Kamu pasti tau ikan Anemon Fish atau ikan Nemo? Bayangkan dia berada di dalam anemon yang menjadi rumahnya, kemudian kamu mengulurkan tangan ke arahnya. Dengan lincahnya dia akan menyerang tangahmu sebagai bentuk protektif untuk rumahnya.

Atau, bayangkan saja kamu bermain di dalam akuarium raksasa dengan beragam terumbu karang warna-warni, serta ikan dengan beragam bentuk, ukuran dan warna. Terkadang juga ada ubur-ubur yang bergerak lambat naik-turun di sekitarmu. Ah, iya. Rasakan juga sentuhan air laut yang menyentuh lembut kulitmu, dan gelembung udara yang kamu keluarga dari perangkat selam yang kamu gunakan.

Waktu menyelam di Kapoposang, Makassar

Sangat menakjubkan. Itu semua adalah pengalaman-pengalaman yang tidak pernah aku lupakan sepanjang hidupku. Aku bersyukur menjadi orang beruntung yang mendapat kesempatan merasakan semua pengalaman itu secara langsung.

Tentunya kamu juga punya pengalaman yang sama atau bahkan lebih baik dari apa yang aku rasakan. Tetaplah mendaki. Nikmati lelahmu. Tetaplah berjalan sejauh kakimu melangkah. Tetaplah menyelam. Hamparan laut masih cukup luas untuk kamu selami.

Bagi yang belum pernah, lakukanlah sekarang. Sebelum kesibukan mengungkungmu layaknya hidup bebas di penjara, terlihat bebas tetapi sebenarnya terkekang. Apapun cara yang kamu pilih, mana pun jalan yang ingin kamu tempuh, dengan siapapun kamu ingin pergi, lakukanlah sekarang. Kebahagiaan apa yang kamu dapatkan dari seumur hidup berada di balik meja kantor? Orang bilang, traveling adalah salah satu cara terbaik untuk menghindari stress.

Jadi, mana yang akan kamu pilih?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman