Sabtu, 04 Januari 2014

Pare #9 : Virus Pare (bagian 1)

Keberadaanku di Pare sebenernya sudah selesai. Tetapi masih ada beberapa cerita yang belum sempat tertuliskan, terutama tentang Shey dan beberapa kisah cinlok yang terjadi selama tiga minggu keberadaanku di Pare. Sebelum berangkat, temenku pernah mengingatkan untuk berhati-hati dengan penyakit khas Pare. Aku penasaran. Mungkin terlalu lugu atau sok serius, aku menganggap penyakit khas Pare itu seperti wabah penyakit pada umumnya. Waktu kutanya ke temanku, dia bilang “Cinlok!”.

Wajar saja kalau dikatakan kalau “Cinlok” merupakan virus yang jamak terjadi di Pare. Banyak anak muda dengan usia seumuran datang dari berbagai kota dengan tujuan belajar bahasa Inggris dalam waktu dua minggu sampai berbulan-bulan. Kesamaan status “anak rantau” yang menuntut ilmu di negeri orang membuat ikatan sesama teman berjalan cukup kuat. Banyak aktivitas di Pare yang mendukung terjadinya cinlok. Mulai dari berangkat program bareng, belajar bareng, selesai program makan siang dan malem bareng. Belum lagi kalau musim liburan akhir program datang atau hari minggu, kesempatan untuk lebih dekat menjadi lebih besar. Hanya dalam waktu dua minggu, atau malah kurang, benih-benih cinta sudah pasti bisa tumbuh. Seperti pepatah Jawa, witing trisno jalarane seko kulino. Datangnya Cinta itu dari kebiasaan; rutinitas yang biasa dilakukan bersama, pertemuan yang biasa terjadi, makan malam yang biasa berdua, dan semua kebiasaan-kebiasaan yang lain.

Dan aku sempat hampir mengalaminya.

Dengan keyakinan penuh untuk belajar, aku bertekad selama di Pare untuk fokus belajar dan tidak akan memikirkan cinta atau cinlok. Tapi tekad kalah oleh keadaan setelah aku bertemu Shey di stasiun Kediri seperti yang sudah aku tulis di Pare #1 : Mirip Cerita FTV. Hari pertama program aku bertemu dengan Shey di Office ketika melihat jadwal program yang ditempel di papan pengumuman. Ada dua program yang sama, tapi beda jadwal. Pagi itu, jadwal kami di satu tempat yang sama. Pastinya tidak aku sia-siakan kesempatan seperti ini.

sumber google.com
Karena tempatnya tidak terlalu jauh dari Office, aku mengajaknya berjalan kaki saja walaupun sebenarnya kami bawa sepeda. Jalan kaki itu memberi banyak ruang untuk ngobrol dan mengenal lebih dekat. Untuk tahap awal, tiga hari pertama di Pare memberi kesan manis tersendiri buatku. Yah… tiga hari pertama.
Siang, setelah program aku ke office lagi untuk melihat jadwalku selanjutnya. Ternyata tidak ada jadwalku yang barengan sama dia lagi, termasuk kelas pagi. Mungkin tadi pagi aku terlalu buru-buru melihat jadwal sehingga tidak begitu jelas. Pagi tadi seharusnya di ikut program lain di tempat yang berbeda. Jadi, untuk esok dan seterusnya tidak ada lagi kesempatan jalan berdua ke tempat program.

Meski tidak ada kesempatan untuk ketemu, kami sering mengatur jadwal agar bisa bertemu. Seperti hari itu (aku lupa hari apa), ya pokoknya hari itu lah. Selesai extended class, rintik hujan menyelimuti Pare sore itu. Sudah hampir magrib, kami baru selesai kelas. Untuk extended class, ada dua program; Vocab dan speaking. Di kelas vocab, kami masih sekelas, kemudian berpisah lagi ketika masuk kelas speaking. Sore tadi aku telat masuk kelas vocab dan diminta untuk membuat cerita sederhana berbahasa Inggris dengan beberapa kata yang tadi diberikan, kemudian membacakannya di depan teman-teman yang lain.

Setelah program, aku sms Shey, menanyakan apa dia sudah pulang. Dia masih di Penjual Roti Bakar di dekat gang Mahesa sendirian, dan dia juga memintaku untuk datang. Semangat pun berkobar. Tidak peduli hujan, sepeda ontel warna pink yang sudah luntur kukayuh menembus bulir-bulir air yang turun dari langit yang sudah mulai menggelap. Siapa yang tega membiarkan seorang gadis sendirian di tengah hujan? Ah, bodoh sekali pria yang membiarkan gadis itu sendirian. Dan, aku tidak termasuk pria bodoh itu. Hahahahaha.

Aku melihat senyumnya ketika ia memandangku yang ngonthel menembus hujan. Tinggal kurang musik aja nih, kemudian nyanyian lagu-lagu cinta, pasti film India dan sinetron di Ind*siar kalah romantisnya. Kalau kamu seorang gadis ya, coba bayangkan ada cowok yang datang hujan-hujan ngonthel atau naik sepeda buat nemeni kamu yang lagi sendirian nunggu Roti Bakar? Ya, aku tau sih pasti di antara kalian ada juga yang nggak ngerasa romantis karena takut cowok yang datang malah menghabiskan jatah roti bakar yang kamu beli kan?

Hujan masih belum reda. Roti bakar sudah selesai. Shey mengajak makan karena sehabis magrib ada program di camp yang dia tidak ingin ikuti, bosan katanya. Kami menembus hujan di saat ketika mega merah yang seharusnya menghias langit barat digantikan oleh gelapnya mendung untuk mencari tempat yang nyaman; nyaman untuk makan, nyaman untuk ngobrol. Warung bersetting lesehan dengan ornamen bambu di pinggir jalan Brawijaya menjadi tujuan kami.

Sambil memesan makanan, Shey dan aku saling bercerita tentang banyak hal, lebih banyak tentang hal-hal umum saja. Shey lulusan kebidanan di salah satu universitas swasta di Cirebon. Beberapa waktu lalu ada kerabat ibunya yang kerja di rumah sakit. Ibunya mengusulkan agar dia ikut kerabatnya itu bekerja di rumah sakit. Shey senang sekali bisa kerja di rumah sakit, karena itu salah satu cita-citanya. Tapi dia bingung, di satu sisi dia ingin bekerja dan mengabdi di rumah sakit, di sisi lain dia ingin melanjutkan kuliah ke Aussie. Sebagai teman, aku menyarankan untuk melanjutkan kuliahnya saja. Kesempatan lain yang lebih baik akan datang lagi di kemudian hari.


Bukannya mereda, hujan malah turun semakin deras. Kami tetap bertahan. Biarlah hujan di sana bergemuruh, karena setelah ini mungkin yang tersisa hanya rindu. Jam tujuh kami pulang. Hujan sudah tidak terlalu deras lagi. 

bersambung...

2 komentar:

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman