Perburuan hiu masih terus merebak menyebabkan populasi hiu
di Indonesia berkurang setiap tahunnya. Jika ini terus berlanjut, beberapa
tahun ke depan akan sangat membahayakan populasi hiu di perairan Indonesia. Sebagian
besar hiu diburu dan diambil siripnya untuk diekspor ke restoran-restoran elit yang
menyediakan hidangan sirip hiu di berbagai negara. Tahun 1990-an menjadi puncak
ekspor sirip hiu dari Indonesia, namun kemudian menurun drastis pada tahun-tahun
berikutnya akibat berkurangnya populasi hiu. Akibatnya perburuan hiu bergeser ke
arah timur menuju ke wilayah Papua dan sekitarnya. Raja Ampat menjadi salah
satu lokasi yang diincar nelayan yang berburu hiu.
Berdasarkan data FAO, 73 juta hiu ditangkap dan dibunuh
untuk diambil siripnya setiap tahunnya di seluruh dunia. Indonesia menempati
urutan pertama dari 20 negara penangkap hiu terbanyak di dunia di atas India,
Spanyol, Taiwan, dan Argentina. Indonesia memasok sekitar 15% dari total
kebutuhan sirip hiu dunia, sedangkan negara-negara lain rata-rata hanya 1%. Menurut
Koordinator Nasional Program Perikanan WWF Indonesia, Imam Mustofa, gencarnya
penangkapan hiu untuk diambil siripnya dan dijadikan makanan akibat belum
adanya undang-undang perlindungan hiu. Padahal hiu ini sudah masuk kategori endangered
species.
Umumnya latar belakang ekonomi menjadi alasan utama perburuan
hiu di Indonesia. Nilai ekspor sirip hiu memang cukup menggiyurkan bagi nelayan
Indonesia. Namun, fakta yang dimuat dalam situs mongabay.co.id menyebutkan
bahwa nilai keuntungan ekonomis yang didapat para nelayan hiu tidak sebanding
dengan nilai operasional untuk menangkap hiu. Dalam studi kasus yang dilakukan
kepada nelayan di Jawa Tengah, peneliti mencoba mengurangi jumlah tangkapan hiu
secara bertahap mulai 25% hingga 100%, ternyata tidak memberi efek yang
signifikan terhadap pendapatan para nelayan tersebut.
Persepsi hiu juga masih menjadi salah kaprah bagi banyak
masyarakat Indonesia. Dikatakan Imam, masyarakat masih menyangka bahwa hiu
adalah hewan berbahaya dan buas, padahal kematian akibat serangan hiu sangat
kecil apabila dibandingkan dengan kematian akibat kecelakaan kendaraan bermotor.
Wisatawan selam yang notabene kebanyakan dari mancanegara paling ramah terhadap
ekosistem hiu dan jarang diserang oleh hewan ini. Hiu hanya menyerang
apabila menyium bau darah atau diprovokasi.
Di berbagai negara, kampanye perlindungan hiu semakin gencar
dilakukan oleh Lembaga-lembaga yang peduli terhadap keberlangsungan ekosistem
hiu. Salah satunya lembaga Shark Savers/WildAid yang mencanangkan kampanye “Say No to Shark Fin Soup”. Kampanye ini
dilancarkan di Cina sebagai konsumen utama sirip hiu dunia dan berhasil
mempengaruhi jutaan orang untuk berhenti mengkonsumsi makanan tersebut. Hal yang
sama juga dilakukan di Hong Kong, Kuala Lumpur, Singapura, Taipei, dan negara-negara
lain. Kampanye ini telah memberi sebuah citra baru tentang makan sirip hiu yang
semula merupakan hidangan bergengsi menjadi kuliner yang sangat memalukan jika
dikonsumsi.
Namun, bagaimana di Indonesia? Belum adanya hukum yang melarang
perburuan hiu akan menyebabkan perburuan hiu terus berlanjut, dan tidak
tertutup kemungkinan hiu di Indonesia menjadi hewan yang harus dilindungi
dengan jumlah populasi yang sangat minim. Mari kita turut menjaga
keberlangsungan populasi hiu di perairan Indonesia dan menggencarkan kampanye “Stop Shark Finning in Indonesia”.
Sumber :
www.travel.okezone.com
www.mongabay.co.id
sumber gambar :
ocean4.org
the-thunderwolf57.deviantart.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar