Salah seorang siswa pernah suatu
kali sewaktu berangkat sekolah handphone-nya
tertinggal di meja kamarnya. Seharian ia tidak tenang. Dari jam pelajaran
pertama sampai jam pelajaran selesai pikirannya selalu gelisah memikirkan HP-nya.
Ketika sampai di rumah, mengucap salam seadanya, mencium tangan orangtua dengan
tergesah-gesah, kemudian langsung masuk ke kamar mengambil HP-nya. Sewaktu
dibuka, belasan sms dan miscall
tertera di depan layar. Sontak saja dia langsung menyesal karena sudah teledor
meninggalkan HP-nya di rumah, apalagi dari sekian sms yang masuk inbox, ada sms
dari si dia. Dia langsung bersumpah tidak akan pernah lagi mengulangi
keteledorannya.
Tetapi, kejadian itu kontras
sekali dengan kejadian beberapa hari selanjutnya. Waktu dia baru keluar gang
rumahnya, teringat kalau salah satu buku pelajarannya tertinggal. Tetapi,
karena sudah terlanjur jalan, buku itu ia tinggal saja, agar tidak terlalu
berat bawanya. Selama di sekolah ia tenang-tenang saja, serasa tidak ada yang
kurang sesuatu apapun.
Kenapa hal seperti itu bisa
terjadi? Sepenting apakah HP bagi siswa?
“HP itu segalanya bagiku,” ujar
Dwi Retno Ambarsari seperti yang dilansir dari majalah Kuntum PP IPM
Muhammadiyah. Menurut Siswi SMA Muh. Mlati Jombor, Yogyakarta ini, tanpa HP rasanya
sepi. Kalau ada HP, banyak hal bisa dilakukan, seperti main game, nonton video, smsan, dll. “HP itu
sudah seperti soulmate-ku,” tambahnya.
Dari hal tersebut, dapat dilihat
bagaimana siswa tidak dapat terlepas dari HP. Ketika di kelas, beberapa siswa
lebih memilih asyik dengan HP-nya daripada mendengarkan penjelasan dari guru.
Pada waktu istirahat kelas atau sewaktu jam pelajaran kosong, kebanyakan siswa
lebih memilih sibuk mengotak-atik HP daripada membaca buku di perpus,
berdiskusi dengan teman-teman yang lain, malah parahnya lagi, ada yang menonton
video terlarang. Belum lagi ketika ujian sekolah, tidak sedikit siswa yang
mencontek lewat HP.
Mungkin inilah salah satu alasan
kenapa beberapa sekolah, seperti Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah, Madrasah
Mu’allimien Muhammadiyah Yogyakarta, SMA 3 Kediri, dan beberapa sekolah lain
melarang siswa-siswanya membawa HP ke sekolah. Sekolah-sekolah seperti Madrasah
Mu’allimat Muhammadiyah dan Madrasah Mu’allimien Muhammadiyah Yogyakarta yang
berbasis pondok pesantren telah sejak awal melarang siswa-siswanya membawa HP.
Setiap awal ajaran baru, para siswa dan orangtua diminta menandatangani surat
kesepakatan peraturan yang diterapkan oleh sekolah, salah poinnya adalah
dilarang membawa HP. Jika kedapatan membawa, HP tersebut akan disita dan
digadaikan. Adapun uangnya akan digunakan untuk keperluan madrasah dan siswa.
Proteksi dari Orangtua
Jika sekolah sudah berusaha untuk
meminimalisir efek negatif dari penggunaan HP bagi siswa, orangtua juga
diharapkan melanjutkan langkah tersebut di rumah atau lingkungan keluarga.
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk mengontrol anak dalam hal penggunaan
teknologi. Seperti HP misalnya, meskipun dapat membantu dalam banyak hal,
tetapi banyak hal negatif yang juga bisa menulari anak-anak melalui HP. Sering
mengecek isi HP anak merupakan salah satu bentuk kontrol dari orangtua, karena penggunaan tekonologi,
seperti HP tidak mungkin bisa di larang.
Selain itu, orangtua juga harus mengetahui
teman-teman sepergaulan anak-anaknya. Berbeda dengan orang dewasa, pengaruh
teman-teman sebaya bagi anak-anak remaja sangat kuat, ketika ada permasalahan,
mereka cenderung lebih mendengarkan apa kata teman-teman sebayanya. Orangtua Seharusnya
bisa mendengarkan dan mengikuti jalan anak-anaknya, bukan menghukum atau
memarahi mereka ketika salah. Kehangatan dalam keluarga harus tetap dijaga agar
anak merasa betah tinggal di rumah.
HP Bikin Anti Sosial
Sebagaimana sifat teknologi itu
sendiri, perkembangan dan kemajuan teknologi memang tidak bisa dibendung.
Tetapi, jika tidak ada filter yang dapat membatasi atau mengontrol teknologi
tersebut, pada akhirnya manusia yang menjadi budak teknologi. Kalau dulu sewaktu
HP belum sepopuler sekarang, waktu mencari alamat rumah kita bertanya ke
orang-orang yang ada di jalan maupun di sekitar alamat yang kita cari. Tetapi,
sekarang tinggal telpon atau sms saja semua sudah beres.
HP memang bisa membuat
penggunanya terasing. Gejala seperti itu, menurut Suprapto, SU., dosen
Sosiologi UGM, dinamakan alienasi sosial atau keterasingan sosial dimana
seorang pengguna bisa menjadi tidak peduli lingkungan sekitar. Ketika mengantri
atau menunggu bis, kebanyakan orang sibuk dengan HP-nya daripada berinteraksi dengan
orang-orang di sekitarnya. Bahkan
sekarang sudah banyak HP yang dilengkapi dengan fitur obrolan jarak jauh atau chating, seperti facebook, yahoo mesenger, skype, dan sebagainya, yang memudahkan
seseorang di suatu tempat dapat berbicara atau ngobrol dengan orang yang berada
jauh dari kediamannya.
Ketergantungan dengan alat
teknologi seperti HP juga bisa lihat dalam berbagai bidang dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya ketika berkendara atau berjalan kaki, banyak orang yang menyempatkan
diri mengecek hp, membaca dan mengirim sms, menerima telepon, dan sebagainya.
Pada umumnya tidak ada yang penting dari sms maupun telpon tersebut dan itu
semua bisa dilakukan tidak pada saat itu juga. Di beberapa kota seperti
Jakarta, Bandung, dan kota-kota besar lainnya, jika seorang pengendara
dipergoki menggunakan HP saat berkendara akan ditilang dan dikenai sanksi
tegas. Sesuai
UU No. 22 tahun
2009 pasal 283, setiap pengendara yang melakukan aktivitas lain yang dapat
mengganggu konsentrasi saat berkendara akan dikenai hukuman penajara maksmimal
tiga bulan atau denda maksimal Rp. 750.000.000 (Tujuh ratus lima puluh ribu
rupiah). Jika tidak ada sanksi tegas, menggunakan HP saat berkendara
juga sangat membahayakan diri sendiri dan orang banyak. Kecelakaan yang
diakibatkan keteledoran pengendara yang menggunakan alat teknologi, seperti HP,
sudah banyak terjadi di berbagai daerah.
Perkembangan teknologi memang
tidak bisa dibendung, tetapi penggunaan tekonologi dapat dikontrol. Perlu
adanya kerjasama dari semua pihak agar penggunaan teknologi dapat tepat
sasaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar