http://www.hefamily.org |
Sebagai seorang
muslim, kita tentunya mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan rasul utusan Allah SWT. Kita juga
pastinya percaya bahwa Rasulullah SAW adalah seseorang yang kharismatik, jujur,
setiap kata-kata yang ia ucapkan merupakan wahyu yang jelas kebenarannya. Dan
tidak diragukan lagi kepercayaan kita kepada Al-Quran yang merupakan wahyu yang
berisi kebenaran dan petunjuk bagi setiap umat muslim di seluruh dunia. Tetapi,
apakah kepercayaan itu diikuti dengan keyakinan di dalam diri kita tentang itu
semua? Mungkin sebagian iya, dan sebagian lainnya hanya menjadikan itu semua hanya
sebagai kepercayaan. Dan mungkin, itu manjadi salah satu sebab kenapa banyak
orang Islam yang jauh dari sikap dan sifat keislaman.
Percaya berbeda
dengan yakin. Begitu juga kepercayaan dan keyakinan, serta mempercayai dan
meyakini. Kata-kata tersebut tidak hanya sekedar kata-kata yang dibubuhi afiks
sehingga membuat kata kerja dan
kata sifat menjadi kata benda, kata sifat, maupun kata kerja. Sudahlah,
kita tidak akan membahas masalah kebahasaan itu di sini. Yang menjadi
pertanyaan sekarang, mengapa kepercayaan kita terhadap Rasulullah SAW dan
Al-Quran tidak membawa kita kepada keyakinan terhadap keduanya?
Semua itu
berdasarkan pengalaman. Zaman para shahabat dan sekitar 500-an tahun setelahnya masih
disebut sebagai sebaik-baik zaman. Semakin jauh dari zaman ketika wafatnya
Rasulullah, maka kualitas umat pada zaman tersebut semakin menurun. Hal itu
dikarenakan pada zaman itu Rasulullah masih bersama mereka (umat islam pada
zaman itu). Sehingga mereka masih dapat melihat dan merasakan langsung kharisma
kenabian Rasulullah SAW. Selain itu, mereka juga dapat menanyakan langsung
kepada Rasulullah setiap permasalahan yang mereka hadapi. Ketika Rasulullah
wafat, di tengah-tengah mereka masih ada sahabat dan para tabi’in dan tabi’ut tabi’in
yang bisa mereka jadikan pembimbing dalam berislam. Namun, ketika semakin jauh
zaman berlalu hingga ke zaman di mana kita hidup sekarang, orang-orang yang memiliki
kualitas seperti para sahabat, tabi’in dan
tabi’ut tabi’in sangat susah
ditemukan, sehingga pemahaman yang kita dapatkan tentang Islam hanya sebatas
gambaran dari teks-teks dan “asumsi” para ulama.
Kita mungkin
percaya kepada Rasulullah dan Al-Quran, tetapi, mungkin kita belum meyakininya,
karena keyakinan hanya akan muncul ketika kita mendapatkan pengalaman secara fisik
maupun emosional secara langsung. Misalnya, kita percaya bahwa wedhus gembel itu panas. Tetapi, kita
mungkin belum yakin sepanas apa wedhus
gembel itu karena kita belum mengalaminya secara langsung, walaupun telah
banyak bukti-bukti yang mendukung kepercayaan kita tersebut.
Lantas, bagaimana agar kita punya keyakinan yang kuat kepada Allah,
Rasullullah, dan Islam karena untuk mendapatkan pengalaman nyata tidak mungkin
lagi? Saya tidak tahu. Kalaupun saya tahu, belum tentu cara yang saya pakai
dapat sesuai dengan anda. Setiap orang punya cara masing-masing untuk
memperoleh keyakinan.
Artikel ini hanya
berupa kegelisahan saya tentang keyakinan , dan mungkin para pembaca semua tentang
Rasulullah, Al-Quran dan Islam. Semoga tulisan singkat ini dapat merangsang saya dan para pembaca
sekalian untuk mengintrospeksi
diri tentang keyakinan kita kepada Allah Swt, Rasulullah Muhammad Saw, Alquran,
Islam dan segala hal yang wajib kita yakini, agar nantinya
kita dapat
menjadi salah satu di antara umat muslim yang yakin dengan sepenuh hati kepada Allah Swt, Rasulullah, Alquran, dan Islam.
Wallahua'lam
@ardianjusto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar