Senin, 07 November 2011

Animisme


http://4.bp.blogspot.com
Edward Burnelt Tylor disebut-sebut sebagai tokoh yang pertama kali mengkaji sub disiplin ilmu antropologi religi. Tylor yang menganut faham Evolusi membuat tingkatan mengenai religi yang pernah ada di dunia sehingga melahirkan teori evolusi religi. Dalam artikelnya yang berjudul “Animism”, beliau menjelaskan bahwa animisme lah tingkatan yang paling tua dalam evolusi religinya.
Animisme berasal dari kata anima yang berarti hewan, dalam hal ini berarti makhluk hidup. Animisme merupakan kepercayaan bahwa objek, dan gagasan termasuk hewan, perkakas dan fenomena alam mempunyai atau merupakan ekspresi roh hidup (http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/10/pengertian-animisme.html). Dalam buku Sejarah Teori Antropologi I tulisan Koentjaraningrat mengatakan bahwa asala mula religi menurut Tylor adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa.
Kembali lagi pada artikel karangan Tylor, disini ia menjelaskan mengenai 2 gejala filosofi animistik. Yang pertama yaitu adanya konsep jiwa dan gejala lainnya adalah peristiwa mimpi. Membahas lebih lanjut mengenai gejala pertama yaitu konsep jiwa, konsep ini menampakkan perbedaan antara yang hidup dan yang mati, suatu saat organisma dapat bergerak tapi tidak lama dari itu organisma tersebut mungkin bisa mati. Dari sinilah kemudian manusia sadar akan adanya kekuatan yang menyebabkan sesuatu itu hidup, yaitu jiwa. Lebih singkatnya konsep ini menjelaskan bahwa gejala filosofis pertama dalam kemunculan agama adalah kepercayaan terhadap jiwa.
Gejala lainnya yaitu mengenai peristiwa mimpi. Misalnya pada mimpinya manusia berada di tempat lain yang bukan di tempat ia sedang tidur atau bahkan bertemu dengan orang yang telah meninggal. Dari sini manusia mulai membedakan antara tubuh jasmani yang berada di tempat tidur dan sesuatu yang lain yang pergi ke tempat lain. Sama halnya dengan di dalam mimpi memungkinkan kita bertemu dengan orang yang telah meninggal, faktanya orang yang meninggal tersebut tidak dapat ditemui di dunia nyata. Dari kedua contoh tersebut dapat dikatakan bahwa sesuatu yang lain yang pergi saat manusia tertidur, atau sesuatu yang kita jumpai dalam mimpi yang menyerupai orang yang telah meninggal adalah jiwa.
Selanjutnya mengenai jiwa yang terlepas atau sudah putus hubungan dengan suatu organisma, maka jiwa tersebut oleh Tylor disebut sebagai spirit (makhluk halus). Kepercayaan terhadap makhluk halus ini melahirkan kepercayaan terhadap Dewa, kehidupan setelah mati, pemujaan, dan pengorbanan. Dimulai dari mimpi atau hayalan tadi, ditambah dengan kepercayaan bahwa segala sesuatu memiliki jiwa, kemudian karena anggapan mengenai sesuatu yang memiliki tingkatan lebih tinggi dari pada yang lainnya, maka ada yang disembah. Dalam hal ini yang disembah tersebut masih tergolong roh/makhluk halus yang dipercayai menguasai berbagai macam aspek dalam kehidupan.
Dari uraian saya diatas berdasarkan beberapa referensi mengenai animisme ini, timbul pertanyaan mengenai pengaruh animisme sebagai tingkatan tertua dalam evolusi religi milik E.B. Tylor. Apakah agama yang ada saat ini mendapat pengaruh banyak dari faham animisme terdahulu? Jika tidak, bagaimana menjelaskan bahwa agama yang berkembang saat ini merupakan hal logis yang bukan berdasarkan cara primitif yang menyembah roh?

Tylor, E.B. 1979. “Animism” dalam Lessa, A. William dan Evon Z. Vogt (ed.) Reader in Comparative Religion. New York : Harper and Row.

Bhakti LA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman