Senin, 08 September 2014

Sudah Waktunya untuk Pulang

Sumber


Pada titik ini, keputusan untuk kembali ke rumah semakin besar. Bukan hanya sekedar melegakan orangtua yang sudah sejak lama ingin aku di rumah, tetapi juga melegakan hati dan pikiran. Sudah lama orangtua minta agar aku mencari kerja di Medan. Aku paham apa yang orangtuaku mau, mereka cuma ingin teman sekaligus perawat di saat usia mereka yang sudah semakin senja. Dua orang saudaraku yang tertua sudah menikah dan tinggal di rumah masing-masing bersama keluarga mereka. Wajar jika orangtua ingin aku tinggal bersama mereka, selain itu juga karena aku anak bungsu.

Sudah entah berapa kali aku coba ngomong kalau aku ingin mencari kerja di Jawa. Bukan apa-apa, aku hanya ingin mencari tempat baru saja. Toh, lagi pula Langkat adalah kampung halamanku, di halaman rumah itu juga ari-ariku dikubur. Sudah pasti suatu saat aku akan pulang, karena di sana rumahku. Di Jawa hanya tempat untuk mencari penghidupan saja. Bapak pernah bilang, “Dimana pun kita berada, kita berada di atas bumi Allah. Dan, rizki Allah tersebar di atas bumi-Nya.” Aku hanya ingin membuktikan kata-kata itu. Tetapi entah kenapa orangtuaku kemudian mempertegas maksudnya, “Kalau di sini juga gak masalah kan?”

Aku masih bertahan dengan pilihanku dengan terus berusaha meyakinkan orangtua kalau aku bisa bahagia di sini, dan membahagiakan orangtua meskipun tidak tinggal bersama mereka. Untuk meyakinkan itu, banyak hal yang sudah aku lakukan agar aku bisa mandiri meskipun jauh dari orang tua. Sejak SMA aku sudah mencoba parttime di sebagai reporter dan editor di majalah pelajar, berjualan buku di sekolah, ketika kuliah pun aku mencoba jualan kaos, kerja di warung makan sebagai front liner, dan lainnya. Selalu berusaha menggunakan uang sendiri jika ingin membeli barang yang diinginkan. Ketika semester pertengahan kuliah, Aku berhasil meyakinkan orangtua kalau aku bisa mandiri di sini. Mereka juga mengakuinya.

Menjelang akhir masa kuliahku, ibuku mulai sakit-sakitan. Menurut dokter, beliau mengindap penyakit diabetes. Bapak meminta ibu untuk tidak lagi menjahit sehingga saat ini ibuku lebih banyak berdiam diri di rumah. Selain itu, muncul berbagai masalah di keluarga. Setiap ada masalah atau beban pikiran, tekanan darah dan kadar gula ibuku meningkat. Di saat itu juga aku semakin mengkhawatirkan keadaan ibuku. Namun, beliau masih cukup kuat. Akhir agustus 2013 kemarin beliau bahkan sempat datang ke Jogja bersama kakak dan bulikku untuk menghadiri acara wisudaku, walaupun beliau ngedrop karena kecapekan jalan-jalan.

Abang dan kakakku sering kali menelpon dan memintaku untuk bekerja di Medan sambil menjaga orangtua. Mungkin saat ini memang aku yang bisa diharapkan untuk menjaga mereka karena posisiku masih bujang dan bisa bergerak bebas, di banding mereka. Aku masih belum sepenuhnya menerima permintaan mereka, kukatakan kalau aku ingin mencari pekerjaan di sini. Entah kenapa aku masih bersikeras untuk tetap tinggal di Jogja, waktu sembilan tahun lebih yang kuhabiskan di sini sudah membuatku merasa nyaman dan jatuh cinta kepada kota pelajar ini.

Namun, aku memang merasakan gerakku tidak sebebas dulu ketika SMA. Ketika tidak ada batasan untuk berbuat apa saja yang aku mau, dimana saja, kapan saja. Aku ikut aktif dalam banyak kegiatan. Tetapi sekarang tidak lagi bisa seperti itu. Memang orangtuaku mengizinkan aku tinggal dan mencari kerja di Jogja, tetapi restunya belum sepenuhnya turun. Ketika aku melakukan sesuatu seperti ada beban yang mengganduli kakiku. Pikiranku bisa merencakan berbagai hal dengan bebas, tetapi kakiku seperti terpasung sehingga semua rencana itu tidak bisa berjalan seperti yang aku inginkan. Ternyata ambisi untuk membahagiakan orangtua dengan taruhan jika dalam waktu tertentu kamu tidak berhasil maka kamu harus menghapus semua mimpi dan idealismu itu menjadi beban yang sangat besar. Aku butuh restu penuh agar bisa bergerak bebas menggapai apa yang aku inginkan. Tidak usah ditanya atau diminta untuk membahagiakan orangtua, setiap anak pasti ingin membahagiakan orangtuanya seperti orangtua yang ingin membahagiakan anak-anaknya. Namun, sebagian besar kita masih menganggap cara masing-masing adalah yang paling baik; orang tua menganggap caranya adalah yang lebih baik, begitu juga sang anak. Begitu juga denganku, walaupun sampai saat ini aku belum memberikan prestasi simbolik yang membuat orangtua bangga seperti anak-anak lain yang mempersembahkan medali dan tropi juara, bukan berarti aku tidak ingin. Aku selalu ingin membahagiakan mereka. Aku ingin membahagiakan mereka dengan cara yang aku bisa. Setidaknya jika tropi dan piala tidak bisa kuberikan, aku tidak ingin menambah kekecewaan mereka kepadaku.

Sepertinya sekarang sudah waktunya aku untuk pulang. Jika terus kupaksakan ambisiku juga nantinya hanya membuatku rugi sendiri. Jika aku tetap bertahan dengan idealismeku, aku akan terbebani dengan dua hal, permintaan orangtua yang ingin aku tinggal bersama mereka dan keinginanku untuk bekerja di Jogja. Dan, kedua hal itu akan berjalan terus dan menghambat banyak hal. Namun, jika aku pulang, aku “hanya” akan terbebani oleh ambisiku sendiri yang tidak kesampaian. Untuk hal itu, aku yakin seiring berjalannya waktu, semuanya akan berjalan dengan baik. Setiap permulaan memang butuh penyesuaian.


Akan tetapi, aku bisa mengatakan bahwa keputusanku untuk pulang bukanlah menyerah, ini hanya strategi improvisasi; menyesuaikan rencana jangka panjangku dalam kondisi dan lingkungan yang baru. Berusaha untuk tetap dan selalu berpikir positif bahwa selalu ada hal baik di setiap keadaan sesulit apapun. Nikmati aja apa yang ada, Tuhan akan mencatatnya sebagai salah satu bentuk rasa syukurmu terhadap keadaan yang Dia berikan. 

3 komentar:

  1. Postinganmu, membuatku terharu. Terimakasih ya sudah menjadi teman selama di Jogja, bukankah kita bersama memperjuangkan skripsi dan wisuda bersama. Aku setuju, rizki ada dimanapun, dan dimanapun kamu berada, aku berdoa agar kamu selalu bahagia :)

    BalasHapus
  2. Aura : Duh, lama gak buka blog, baru baca komenmu. Iyaa sama-sama raa.. makasih juga utk semua kebersamaannya yak... semoga kesuksesan juga menyertaimu.

    Zakia Salsabila : lha kenapa?

    BalasHapus

Isi Blognya ini ....

Tayangan

Cari Blog Ini

Teman-teman