Dari kemarin hingga hari ini ada
Career Day ECC UGM di GSP. Di twitter banyak postingan foto-foto seputar acara
pencarian kerja tersebut yang begitu ramai hingga harus antri panjang. Di foto
lain juga banyak yang memperlihatan suasana stand-stand perusahaan di ruang
Grha Sabha yang ramai dikunjungi para pencari kerja. Ada yang menggelitik dari
tema yang digaungkan dalam acara Career
Day kali ini, “Kamu Tahu Kamu Hebat”. Ilustrasi di posternya menggambarkan Mark
Zuckerberg yang merefleksikan seorang pemuda melalui cermin. Menurutku, ini kan
sedikit janggal. Mark Zuckerberg kan seorang pendiri Facebook, wirausahawan, lebih tepatnya poster seperti ini digunakan
untuk acara seminar wirausaha kreatif, dsb. Lha, ini kenapa malah di acara
melamar kerja? Tempat semua orang berjubel mengharap bekerja di perusahaan
impian. Janggal gak sih? Aku sih yes, menurut kamu? #halah
sumber @eecugm |
Tapi ya gak masalah juga sih. Terserah
tim kreatifnya lah.
Sejak lulus kuliah, hanya sekali
aku datang ke Career Day, waktu itu yang ngadain Kompas Karir. Dengan jeans dan
jaket belel, rambut gondrong kriting, aku masuk ke gedung PKKH UGM sendirian. Ya
memang waktu niat gak niat buat datang ke acara seperti itu, kebetulan lewat ya
sekalian singgah. Itu pertama kali aku masuk ke acara Jobfair. Aku cukup
takjub, ya ternyata seperti ini suasana jobfair itu, dan seperti ini para pencari
kerja; rapi, elegan, wangi. Kontras dengan pakaian dan penampilankuk waktu itu.
Wajar aja kalau tidak satupun dari petugas stand-stand perusahaan itu
menawarkan untuk bergabung di perusahaan mereka, atau sekedar memberi
selebaran, leaflet, brosur perusahaannya ke aku yang kebetulan lewat di depan
stand mereka. Dari penampilan, mungkin aku memang gak layak buat jadi karyawan
mereka. Seperti temenku bilang, kalau mau mencari kerja, berpenampilanlah
layaknya pekerja yang layak dipekerjakan.
Selama setahun pasca lulus kuliah,
bisa dihitung jari berapa kali aku melamar pekerjaan, dan hanya dua kali aku
mengikuti tes kerja. Paling banyak ketika aku memutuskan untuk tinggal di
Medan, dan aku mulai mengirimkan berkas lamaran ke berbagai perusahaan di
Medan. Itu pun hanya sebagai formalitas ketika ditanya orangtua tentang
pekerjaan. Tapi, alhamdulillah tidak satu pun yang merespon.
Dari awal, aku memang tidak layak
bekerja di perusahaan besar dan bonafit, apalagi menjadi salah satu pegawai
PNS. Aku menghargai perusahaan yang membutuhkan pegawai yang tangguh, disiplin,
ulet, dan mau bekerja sesuai kemauan perusahaan. Mereka membuat keputusan tepat
ketika tidak menerimaku, karena aku bukan orang yang mereka butuhkan. Jika bergabung
dengan mereka, mungkin aku hanya akan memperburuk citra perusahaan mereka
dengan hasil kerjaku yang amburadul dan sikap tidak disiplin kepada atasan. Aku
tidak bisa bekerja sebagai pegawai.
Melihat banyak teman-temanku yang
melamar pekerjaan selama berbulan-bulan, mondar-mandir sana-sini untuk
melakukan tes, sibuk mencari lowongan di berbagai situs pekerjaan. Sebenarnya aku
juga melakukannya beberapa kali. Udah gitu, ada beberapa teman yang sudah
diterima, malah keluar dengan alasan gaji tidak cocok, kerjaan gak sesuai, dan
sebagainya. Kemudian aku berpikir, melamar pekerjaan adalah kegiatan yang
membuang-buang waktu.
Beberapa bulan sebelum wisuda,
aku punya rencana untuk usaha budidaya gurame. Waktu itu aku ikut seminar
budidaya gurame dengan sistem gubah. Kemudian aku berpikir, ini layak dicoba. Namun
sayang, ketika melamar restu ke orangtua untuk berwirausaha, ditolak. Waktu itu
orangtua bilang, kalau cuma mau ternak ikan buat apa kuliah? Sewaktu diminta
pulang, aku masih berencana untuk merealisasikan keinginanku itu. Bapak mendukung,
tapi ibu belum memberi dukungan penuh. Menurut beliau menjadi pegawai bank itu
lebih baik daripada usaha ikan. Yang aku heran, sejak kecil ibuku sudah
berwirausaha dengan menjahit. Sementara bapak, walaupun bekerja sebagai karyawan
perkebunan kelapa sawit, tapi setiap pulang kerja atau hari minggu beliau juga berwirausaha.
Abangku juga diizinkan usaha, malah dibantu dengan dibuatkan bengkel. Kenapa aku
malah gak boleh? Mungkin mereka merasa berwirausaha itu nggak enak, makanya
mereka ingin anaknya cari jalan lain yang (terlihat) lebih baik.
Mungkin mental wisausahaku tidak
sebesar para pengusaha hebat dunia, mungkin juga aku bukan seorang pekerja yang
punya disiplin tinggi dan nurut dengan kemauan atasan. Tapi aku adalah seorang
pekerja keras, minimal untuk mencukupi kebutuhan diriku, dan keluargaku kelak. Aku
tau potensiku, batas kemampuan dan kelebihanku. Dari situ, aku hanya ingin
bekerja sesuai dengan apa yang aku butuhkan. Dan, alhamdulillah, Allah memberiku
kesempatan untuk bekerja sesuai apa yang aku butuhkan. Bahasa kerennya, bekerja
sesuai passion.
"Dan, jangan pernah mengendurkan keyakinan kepada Tuhanmu, karena Dia Maha Kuasa, tanpa batas, tanpa pengecualian, tanpa kemustahilan. Segala hal yang menurut kita tidak mungkin, selalu mungkin untuk-Nya."
Tapi, mau bagaimana pun, jalan
kita masing-masing. Tidak ada niat untuk melakukan provokasi apapun untuk mengikuti
apa yang aku lakukan. Lagi pula, apa yang bisa dibanggakan dari aku saat ini? Sekarang kan aku bukan siapa-siapa. Apa yang menjadi keberuntunganku, mungkin bukan untukmu. Begitu
juga sebaliknya. Lakukan saja apa yang menurutmu benar untuk dilakukan, karena
kamu yang lebih tau tentang dirimu dan apa yang kamu butuhkan. Apapun bisa kita
usahakan, karena rizki sudah ditetapkan. Tidak perlu takut salah jalan, tidak
perlu ragu dengan masa depan. Karena kepastian di dunia ini hanya apa yang
dihadapkan pada kita sekarang, bukan nanti atau yang akan datang. Lakukan yang
terbaik dari apa yang kamu yakini, karena hasil terbaik bukan dari pilihan
terbaik tapi dari usaha terbaik yang bisa kita lakukan. Dan, jangan pernah
mengendurkan keyakinan kepada Tuhanmu, karena Dia Maha Kuasa, tanpa batas,
tanpa pengecualian, tanpa kemustahilan. Segala hal yang menurut kita tidak
mungkin, selalu mungkin untuk-Nya.
Ini bukan catatan ceramah agama, apa
yang aku ceritakan hanyalah pengalaman. Tidak perlu sombong jika kamu berhasil dengan
mengecualikan Tuhan dalam usahamu, karena itu akan menenggelamkanmu secara
perlahan; jika bukan menenggelamkan usahamu, ketenangan batinmu yang akan
tenggelam. Semoga paragraf ini tidak diartikan sebagai kalimat provokatif.
Kamu tau kamu hebat, kok ngelamar kerja?
So, masalah buat el?
manteeeep
BalasHapushahaha.. makasih mas Uyooll
BalasHapus